Kapal pesiar Titanic bukan satu-satunya korban keganasan laut. Di Indonesia, kapal Van der Wijck milik maskapai Belanda pun pernah tenggelam tatkala sedang gagah-gagahnya. Walaupun jumlah korban tenggelamnya Kapal Van der Wijck konon “hanya” 58 orang, jauh lebih sedikit dari korban jiwa Titanic.
Yang mengherankan dari kasus Van der Wijck, penyebab karam dan lokasi bangkai kapalnya masih menjadi misteri hingga hari ini, atau 85 tahun berikutnya. Namun, bisa jadi angka 85 itu tidak bertambah lagi. Sebab, baru-baru ini, bangkai kapal yang mirip Van der Wijck terdeteksi di perairan Lamongan.
ISI ARTIKEL
Bangkai Kapal Van der Wijck Ada di Lamongan?
Sejak April 2021, tim arkeolog dari Badan Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur (BPCB Jatim) menemukan bangkai kapal yang ciri-cirinya menyerupai kapal Van der Wijck di kedalaman laut 54 meter. Lokasinya pun klop, yaitu di Laut Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
Cerobong asap bangkai kapal itu menjulang tiga meter di bagian tengah, lebarnya diperkirakan sekitar 18 meter, dan panjangnya sekitar 100 meter. Dari besar dan bentuk palka, BPCB Jatim yakin itu bukan kapal militer.
Sekadar informasi, kapal Van der Wijck dirakit oleh Maatschappij Fijenoord, Rotterdam, pada 1921. Panjangnya 97,5 meter, lebarnya 13,4 meter, dan tingginya 8,5 meter. Pemilik dan operatornya saat itu adalah Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM), sebuah maskapai pelayaran Belanda.
Van der Wijck adalah kapal penumpang dan kargo yang memiliki dua kelas dan geladak. Kelas pertama berkapasitas 60 orang, kelas dua 34 orang, dan geladak mampu menampung 999 orang.
Selain karena besar dan tongkrongannya tergolong mewah pada masanya (makanya dijuluki Titanic-nya Indonesia), kapal Van der Wijck juga terkenal karena pernah ditumpangi Mohammad Hatta yang akan diasingkan ke Boven Digoel, Papua.
Berdasarkan informasi dari para nelayan dan cerita kesaksian turun temurun dari warga sekitar Pantai Brondong, tim BPCB Jatim bersama dengan para penyelam lokal melakukan penyelaman untuk memfoto dan memvideokan bangkai kapal tersebut pada 19-22 Oktober 2021.
Tim BPCB dan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan mengolah foto-foto dan video-video itu. Mereka akan membandingkannya dengan foto-foto lama kapal Van der Wijck. Selain itu, untuk mendapat kepastian ukuran dan dimensi bangkai kapal, tim gabungan juga akan melakukan pemindaian sonar.
Seandainya itu memang Kapal Van der Wijck, wah, misteri 85 tahun akan terkuak. Bukan main nilai penemuan ini bagi sejarah Indonesia. Selain itu, bisa jadi, setelah diekskavasi dan direstorasi, kapal mewah tersebut akan menjadi objek wisata baru di Lamongan.
Cerita Asli Tenggelamnya Kapal Van der Wijck
Setelah selesai dirakit di Feyenoord, Belanda, kapal Van der Wijck langsung berlayar menuju Indonesia pada 1921. Kapal yang namanya diambil dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda waktu itu, Carel Herman Aart Van der Wijck, ini begitu kuat dan megah. Terus mengabdi menyeberangkan ratusan ribu penumpang hingga 15 tahunan.
Namun, hari nahas itu terjadi pada Senin, 19 Oktober 1936. Saat itu, Van der Wijck baru saja tiba di Surabaya dari Bali dengan membawa muatan sekira 165 ton.
Dari Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, bahtera yang membawa 260 penumpang dan awak itu kemudian melanjutkan pelayaran ke Semarang, sebelum nantinya bersandar di Tanjung Priok, Batavia. Namun, sekitar pukul 21.00, kapal tersebut tenggelam. Diperkirakan, Van der Wijck baru memasuki perairan Lamongan, sekitar 19 kilometer dari Pantai Brondong, Jawa Timur.
Harian de Telegraaf mengabarkan pada edisi 22 Oktober 1936, bahwa setidaknya 58 penumpang tewas, 42 hilang, dan 153 lainnya berhasil diselamatkan. The Queenslander, harian Australia, menyebutkan bahwa kapal sekonyong-konyong miring ketika berada di 64 kilometer barat daya Surabaya. Enam menit kemudian, seluruh badanVan der Wijck karam ditelan laut.
Proses evakuasi melibatkan banyak orang, mulai dari nelayan setempat, warga pesisir, pilot pesawat terbang, hingga kapal Angkatan Laut Belanda.
Sebagai ucapan terima kasih kepada warga yang bergotong royong menolong korban, juga untuk mengenang kapalnya sendiri, Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Monumen Van der Wijck setinggi 15 meter di kawasan Pantai Brondong. Dua prasasti di dinding barat dan timur monumen terbuat dari plat besi, tertulis dalam bahasa Belanda dan Indonesia.
Cerita Fiksi Tenggelamnya Kapal Van der Wijck
Tak bisa dimungkiri, Kapal Van der Wijck menjadi demikian terkenal salah satunya karena diangkat menjadi novel oleh Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA). Hamka dikenal sebagai cendekiawan muslim yang memandang tradisi lokal sebagai penghambat kemajuan beragama.
Novelnya yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van der Wijck termasuk karya besar yang kerap dibahas dalam pelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah-sekolah maupun kampus-kampus.
Roman itu kemudian diadaptasi ke layar lebar pada 2013. Di sana, Herjunot Ali memerankan Zainuddin dan Pevita Pearce memerankan Hayati. Film itu membukukan penjualan tiket bioskop hingga 1,7 juta lembar!
Di cerita fiksi ini, tragedi karamnya kapal mewah Van der Wijck hanya hadir sebagai pemanis atau gong dari drama percintaan antara Zainuddin dan Hayati. Percintaan itu terhalang oleh perbedaan kedudukan dan kakunya adat Minangkabau.
Wah, mirip jalinan cinta Jack Dawson (diperankan Leonardo DiCaprio) dan Rose DeWitt Bukater (diperankan Kate Winslet) dalam film Titanic, ya?
Namun ingat, novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck diterbitkan oleh Balai Pustaka pada 1938. Artinya, karya Hamka muncul jauh sebelum dramatisasi tenggelamnya kapal Titanic dalam film laris Holliwood yang dirilis tahun 1997 itu.
Apakah James Cameron selaku produser-penulis-sutradara Titanic terinspirasi oleh karya Buya Hamka? Boleh jadi.
Namun, menurut berita yang kubaca, Tenggelamnya Kapal Van der Wijk sendiri juga pernah tersandung kasus. Pada September 1962, Abdullah S.P, nama samaran dari Pramoedya Ananta Toer, menulis di Harian Bintang Timur bahwa Hamka menjiplak novel Sous Les Tilleuls (1832) karya Jean-Baptiste Alphonse Karr, seorang penyair Prancis.
Karya itu sempat diterjemahkan dengan judul Majdouline atau Magdalena. Penerjemah bahasa Arabnya adalah Mustafa Lutfi al-Manfaluti, penyair dan novelis dari Mesir yang namanya melambung berkat karya-karya terjemahan.
Hamka lolos dari tudingan plagiasi, karena dalam novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, beliau memberi warna lain dan sentuhan lokalitas budaya Sumatra Barat.
Menanti Hasil Kajian BPCB Jatim
Novel karya Hamka tidak menggambarkan apa penyebab tenggelamnya kapal. Akan tetapi, ada adegan tokoh Hayati yang harusnya berangkat dari Tanjung Perak pukul 18, baru berangkat pukul 21. Selepas menarik jangkar dari pelabuhan Surabaya, kapal yang ditumpanginya karam. Hayati tenggelam, bersama kisah cintanya yang tragis.
Ini mendukung penafsiran bahwa keberangkatan kapal itu tertunda lantaran kelebihan muatan. Dugaan tersebut klop dengan laporan dari surat kabar Algemeen Nieuws-en Telegraf-Agentschap (ANETA), kantor berita pertama di Indonesia, bahwa kapal telah mengirim sinyal SOS karena jalannya miring sejak dari Surabaya.
Namun untuk jelasnya, mari kita tunggu saja hasil investigasi dari BPCB Jatim dan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemdikbud. Semoga segera ada titik terang.
Referensi
- Priyambodo, Utomo. 27 Oktober 2021. “Ditemukannya Kapal Van der Wijck Yang Hilang Selama 85 Tahun”, National Geographic Indonesia, diakses 1 November 2021.
- “Kapal Van der Wijck”, Wikipedia Indonesia, diakses 1 November 2021.
- Wibowo, Kukuh S. “Munculnya Kapal Van Der Wijck”, Majalah Tempo edisi 30 Oktober 2021.
- Savitri, Isma. “Van Der Wijck dalam Imaji Hamka”, Majalah Tempo edisi 30 Oktober 2021.