Bangsa-bangsa besar seperti Tiongkok, India, Mesir, dan lain-lain telah memulai peradabannya ribuan tahun sebelum Masehi. Sementara Indonesia? Cikal bakalnya seperti baru disebut-sebut pada abad keempat setelah Masehi, yaitu Kerajaan Kutai.
Hal ini terus menjadi pertanyaan buatku, terutama setelah aku datang ke Eropa. Benarkah sejarah peradaban Indonesia tertinggal begitu jauh dari peradaban-peradaban lain di muka bumi ini? Benarkah kita baru “muncul” pada abad keempat? Lantas, apa saja yang dilakukan nenek moyang kita sebelum itu?
ISI ARTIKEL
Penduduk Asli Indonesia Sebelum Masehi
Jawaban mudah dari pertanyaan-pertanyaan di atas adalah, pada masa itu Indonesia tidak memiliki penduduk asli, dalam arti manusia cerdas yang memiliki peradaban kompleks. Semuanya pendatang. Kecuali bila manusia-manusia purba yang cerdas, seperti Homo soloensis atau Homo wajakensis dihitung sebagai penduduk asli.
Kalau mereka yang disebut “penduduk natif”, maka Indonesia memang telah berpenghuni sejak lama. Buktinya ada di sisa-sisa fosil Homo erectus yang diperkirakan sudah ada di Kepulauan Indonesia purba sejak dua juta tahun silam.
Kapasitas otak mereka tidak terpaut jauh dari Homo neanderthal, Cro-Magnon, Denisovan, dan para missing link lainnya.
Fosil Manusia Flores (Homo floresiensis) adalah contoh lainnya. Flores termasuk dalam gugusan Kepulauan Sunda Kecil bersama Bali dan NTB, dengan luas wilayah sekitar 14.300 km². Di sana, pernah hidup spesies hominid (hewan yang lebih cerdas dari simpanse dan berjalan menyerupai manusia).
Namun, apakah mereka pembentuk peradaban Indonesia sebelum Masehi? Proses pembentukan peradaban ini ternyata lebih kompleks dari itu. Dan kenyataannya, sama seperti manusia-manusia purba lainnya, manusia-manusia kerdil itu telah punah.
Ahli genetika Alfred Russel Wallace menulis, setidaknya ada empat fase peradaban di daratan Asia Tenggara secara umum:
- Kedatangan Homo sapiens, setidaknya 46.000 tahun yang lalu.
- Migrasi pemburu-pengumpul dari daratan Asia pada awal Zaman Holosen, kurang dari 11,000 tahun silam. Migrasi kedua ini menghasilkan budaya Hoabinhien atau kumpulan artefak batu di Sumatra.
- Kedatangan suku Austronesia dari utara sekitar 3,000 tahun lalu.
- Gerakan perdagangan, dimulai sejak abad ke-4 SM dengan India, kemudian dengan Tiongkok yang membawa kebudayaan bercocok tanam seperti budidaya padi di Indonesia.
Berkat posisi strategisnya di persilangan maritim, sejak zaman kuno wilayah Nusantara sudah terkenal. Sebab, bagian barat Indonesia merupakan jaringan dari negara-negara pelabuhan.
Dari zaman Mesolitik, Neolitik, lalu Megalitik, Nusantara mulai menerima pengaruh Kebudayaan Dongson, yang awalnya dari Indocina. Hasil interaksi itu menghasilkan aktivitas yang kemudian dikenal oleh para arkeolog sebagai masa Kebudayaan Perunggu.
Pengaruh Austronesia di Indonesia Sebelum Masehi
Titik signifikan terkait awal mula peradaban kompleks di Indonesia Sebelum Masehi, sependek pengetahuanku, adalah percampuran dengan bangsa Austronesia. Bangsa pendatang yang telah berbudaya ini awalnya mendiami Taiwan, Hawaii, Australia, sampai Selandia Baru.
Kebanyakan orang Austronesia atau suku-suku pemakai rumpun bahasa Austronesia memiliki penampilan serupa. Seperti kulit berwarna muda sampai cokelat, berambut lurus, keriting, atau bergelombang.
Ketika Zaman Es terjadi pada tahun 11.000-10.000 SM, bangsa Austronesia berpencar melalui jalur Samudra Pasifik dan Hindia. Ya, mereka sudah piawai berlayar dan memiliki ilmu astronomi yang mumpuni.
Sekadar mengingatkan, wilayah Indonesia terbentuk dari dua superbenua. Akibat pergerakan lempeng benua saat Zaman Es berakhir, terbentuklah selat besar di antara Paparan Sunda (Sundaland) di barat laut Indonesia dan Paparan Sahul (Sahul Shelf) di tenggara Indonesia. Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya mengisi ruang di antara dua dataran luas yang bercerai itu.
Kepulauan antara ini oleh para ahli biologi sekarang disebut sebagai Wallacea, suatu kawasan yang memiliki distribusi fauna yang unik. Situasi geologi dan geografi ini berimplikasi pada aspek topografi, iklim, kesuburan tanah, sebaran makhluk hidup (khususnya tumbuhan dan hewan), serta migrasi manusia.
Dalam kurun waktu Pleistosen Akhir sampai Holosen Awal, suhu bumi berkisar 2-3 derajat Celsius, sehingga air laut dari utara hingga selatan bumi cenderung membeku. Permukaan air laut waktu itu 125 meter lebih rendah dari permukaan laut saat ini.
Namun lantaran es yang tebal, daratan terlihat utuh. Seolah-olah, Kepulauan Nusantara menyatu dengan Benua Eurasia di barat lautnya.
Kalau kita cermati peta Indonesia sebelum Masehi, memang tampak beberapa pulau masih menyatu. Pulau Kalimantan, Sumatra, Jawa, dan beberapa pulau kecil Indonesia terlihat satu daratan dengan Sundaland atau Semenanjung Emas. Dan daratan ini bergabung dengan seluruh negara Asia Tenggara.
Bangsa-bangsa Berdatangan ke Indonesia Sebelum Masehi
Pada periode es, terjadi gelombang perpindahan besar-besaran manusia Austronesia. Mengapa sebagian dari mereka memilih wilayah Nusantara? Itu terkait insting mereka untuk mencari daratan yang lebih hangat.
Karena posisinya dekat dengan garis khatulistiwa, Nusantara mendapat penyinaran matahari sepanjang tahun. Otomatis wilayah ini memiliki laut dan daratan yang lebih hangat. Situasi tersebut mendorong terbentuknya ekosistem yang kaya serta keanekaragaman makhluk hidup, baik tumbuhan maupun hewan.
Bahkan bukan hanya manusia, hewan-hewan liar dari luar pun ikut berpindah ke tanah tropis ini. Terbukti, banyak kemiripan binatang di Benua Australia (Paparan Sahul) dengan Indonesia dan Asia (Eurasia), bukan?
Melalui migrasi ini, bangsa Austronesia kemudian menularkan sejumlah kebiasaan dan budaya mereka kepada penduduk asli Nusantara.
Siapa penduduk Nusantara asli pada tahun 2500 sebelum Masehi itu? Catatan sejarah kurang mendetail soal ini. Yang jelas, peradaban penduduk natif saat itu diperkirakan belum kompleks dan diduga masih dalam fase berburu dan meramu.
Sedangkan bangsa Austronesia dipercaya sudah menguasai metode pertanian, ilmu pelayaran, serta astronomi. Mereka juga sudah memiliki raja kecil dan sistem tata pemerintahan yang sederhana.
Berkat migrasi tersebut, makin sering terjadi interaksi penduduk lokal dengan bangsa-bangsa lain. Para sejarawan berpendapat, ada pertemuan peradaban di Nusantara pada tahun 2000 SM, seperti antara Barus (Sumatra Utara) dengan Mesir kuno, Jawa dengan Jepang Jomon (Yayoi) yang menyumbang kerajinan tembikar, dan sebagainya.
Pada masa lalu, kapur barus dan rempah-rempah merupakan salah satu komoditas perdagangan yang sangat berharga dari Nusantara. Kapur barus Sumatra contohnya, sangat harum dan menjadi bahan utama dalam pengobatan di daerah Arab dan Persia.
Permulaan Peradaban Indonesia Sebelum Masehi
Bukan hanya soal migrasi. Sebuah studi dari Universitas Leeds, Inggris, menyimpulkan, penyebaran populasi orang-orang yang awalnya berkumpul di Sundaland juga terjadi karena perubahan iklim.
Ketika es mencair, permukaan air laut naik kembali. Banjir besar menyebabkan beberapa bagian Sundaland tenggelam. Terciptalah Laut Jawa, Laut Cina Selatan, sekaligus ribuan pulau yang membentuk Indonesia dan Filipina saat ini.
Penghuni yang tadinya berkumpul di satu tempat, terpaksa bergerak lagi. Mereka berpencar-pencar sambil menjauhi pesisir dan masuk lebih dalam ke pulau. Alam kemudian memaksa mereka beradaptasi dengan pegunungan dan hutan hujan tropis. Seiring berjalannya waktu, mereka pun menciptakan budaya-budaya di daerah masing-masing.
Barulah setelah itu, berdiri kerajaan-kerajaan besar di Nusantara. Misalnya, Kutai Martapura di Kalimantan Timur pada abad 4 Masehi, Kerajaan Sriwijaya di Sumatra Selatan pada abad 7, Kerajaan Majapahit di Jawa Timur pada abad 13, dan seterusnya.
Kerajaan-kerajaan itu pun terbentuk karena interaksi yang intens dengan kerajaan-kerajaan luar. Bukan murni hasil kreativitas “penduduk natif” Nusantara.
Pendek kata, dari zaman Sebelum Masehi, melalui letak geografisnya yang strategis, Nusantara telah menjadi persinggahan wajib di jalur laut. Sedangkan melalui kekayaan rempah-rempahnya, tanah pertiwi telah menulis peradabannya bersama Tiongkok, India, serta Mediterania Barat.
Jadi sejak awal, bangsa Indonesia (mungkin) bukan dibentuk oleh penduduk asli. Mereka merupakan hasil benturan dan perpaduan dari budaya-budaya sekelilingnya. Sehingga, menurutku, tepat sekali bila kita akhirnya memakai semboyan, “Bhinneka Tunggal Ika.”
Referensi
- Zainuddin. 2 Juni 2017. “Menakjubkan, Ternyata Begini Kondisi Kepulauan di Indonesia pada 21 Ribu Sebelum Masehi”, TribunNews.com, diakses 23 Oktober 2021.
- “Sejarah Nusantara”, id.Wikipedia.org, diakses 23 Oktober 2021.
- “Keadaan Indonesia Sebelum Masehi yang Harus diketahui”, HaloEdukasi.com, diakses 23 Oktober 2021.
- “Indonésie”, fr.Wikipedia.org, diakses 24 Oktober 2021.