Seluruh dunia saat ini sedang dilanda pandemi. Hampir semua aktivitas mengalami anomali. Begitu juga acara-acara tatap muka. Frekuensi kegiatan itu berkurang drastis dan menjadi sesuatu yang sangat tidak dianjurkan.
Namun, tidak dianjurkan bukan berarti tidak mungkin. Hanya, kita perlu menyiasatinya dengan bijak, sambil tetap menaati prosedur yang berlaku.
ISI ARTIKEL
Selasa, 12 Januari 2021
Awalnya, Bu RT alias Bu Santy Silas mengirim SMS, “Apa kabar nyonyaH, sudah enakan?”
Ternyata, kabar aku kurang sehat membuat sahabat-sahabatku risau. Duh! Jadi terharu, ada yang sayang. Aku pun mengetik balasan, “Halo ibuuu, thanks ya. Sudah jauh lebih baik. Lagi ngapain, nih?”
Sekadar informasi, yang kupanggil Bu RT itu arek Suroboyo. Datang ke Prancis untuk kuliah, lalu bertemu jodoh di kampus dan sekarang sudah lebih dari 35 tahun tinggal di Kota Montpellier, kurang lebih 90 kilometer dari Kota Arles. Namun demikian, logat Jawa Timurnya tetap kental dan selalu bikin kangen.
Kemudian, teleponku berdering. Kira-kira pembicaraan kami seperti ini….
“Aku pengin sowan ke tempatmu, Sis. Kiro-kiro kamu ada waktu, toh, Hari Minggu?”
Mendapat angin surga mau berkumpul, sambil memasang écouter, aku selalu menjawab dengan pernyataan yang tak pernah berubah, “Ya jelas ada toh, Bu. Apalagi yang datang adalah Bu RT. Kalaupun nggak sempat, juga kusempat-sempatin. Mau ajak siapa lagi? Sama Pak RT, kan?”
Bu RT mengiyakan dan menjawab, “Sudah kuajak Dyah dan Susie. Tapi, kukonfirmasi lagi Kamis malam, setelah pengumuman Le Premier Ministre Jean Castex. Ndak tahu apakah kita bakal boleh pergi jauh atau tidak!”
“Aku siap menyambut, Ibu. Tapi, sekarang rumahku kayak sangkar. Barang masih di mana-mana. Aku nggak dapat menampung banyak tamu seperti dulu. Lagian, pemerintah hanya membolehkan 6 orang satu meja.”
“Yo ndak popo, nanti tak kabarin. Tapi, kamu ndak usah repot, yo. Kita cuman pengen ketemu dan ngobrol dengan kamu. Sekalian nengok Juragan!”
“Loh, gimana nggak repot, toh, Bu. Masa tamu nggak dijamu? Aku, kan, malu!”
“Yo wis. Tapi ndak usah masak banyak-banyak. Kita diet, loh.”
“Beres, Bu! Makasih, ya. Jangan pagi-pagi dah nonggol, nanti aku belum menor. Sekitar pukul 12 aja, ya, biar aku masak nggak buru-buru. Oke. Tolong kabarin aja. Semoga kita tidak dikarantina!”
Hahaha. Pembicaraan kami memang kurang-lebih seperti itu. Aku tidak mengada-ada. Hanya, teman-temanku sudah paham tabiatku. Artinya, meskipun aku sedikit berdusta, tetapi aku selalu rela bercapek ria menyambut kedatangan mereka, sampai titik keringat berhamburan.
Aku melirik ruang tamu. Masih ada beberapa kardus yang belum dibongkar. Pintu lemari cuma sebelah. Koleksi lukisan masih terbungkus. Di sudut dapur, masih ada barang-barang yang belum mendarat ke lokasinya, karena furniturnya belum selesai. Apalagi di teras! Tempat itu seperti barak penampungan barang rongsokan. Ada kardus, sak semen, dan beraneka ragam benda pertukangan.
Ah, sudah, sudah! Tak perlu kulihat-lihat lagi. Bukankah aku sudah terbiasa dengan pemandangan seperti itu, sejak saat-saat terakhir di Istana Mini!
Malamnya, Darling Dyah yang tinggalnya paling jauh, yaitu di Kota Beziers, mengirim SMS. “Désolée, tidak bisa bergabung kali ini.”
Baiklah!
Tanpa tahu kepastian jumlah tamu yang akan hadir, aku sudah mulai memutar otak. Kira-kira, menu apa yang bisa kusajikan? Untuk berapa porsi? Meskipun hanya Pak dan Bu RT yang mungkin akan hadir, aku tetap harus memasak.
Jumat, 15 Januari 2021
Hari Jumat pagi, tukang di sini masih bekerja. Otomatis, aku tidak bisa ke mana-mana. Pasti Teman-teman ada yang bertanya, mengapa si Vila Cantik berdandan begitu lama? Apakah ada tendensi-tendensi tertentu?
Oh, jelas ada! Ini adalah musim dingin plus pandemi. Kadang-kadang, para pekerja seperti tukang batu, tukang semen, tukang air, tukang listrik, tukang dekorasi, atau arsitek tidak datang bersamaan. Kadang datang Senin-Kamis. Alias menengok Hari Senin, lantas mengerjakannya pada Hari Kamis depannya lagi.
Kadang-kadang lagi, alasannya adalah cuaca yang tidak bersahabat. Atau barangnya belum tersedia. Begitu cuaca bagus dan barangnya sudah ada, giliran si tukang yang sedang dikejar target di tempat lain. Mau mengomel, bisa-bisa nanti dituduh tidak berempati di masa susah begini.
Yang jelas, pagi itu juga, aku menelepon Susie, pengelola kemping Pizza Oasis-Ardeche yang sudah kuanggap adik sendiri. Ia berkata belum pasti, apakah datang sendiri atau dengan suami.
Aku lalu cepat-cepat berangkat ke supermarket dan pulang untuk berbenah sebisanya. Kupinggirkan barang-barang ke pojok. Malam itu, aku kembali tidur dan terbangun pada hari yang sama.
Sabtu, 16 Januari 2021
Hari yang sibuk bagiku. Dari pagi, aku sudah harus berangkat ke pasar untuk membeli sayur. Aku pun bergegas memesan kue di toko langgananku. Sepulangnya, setelah makan siang, seharusnya aku ada “meeting” pekerjaan, tetapi WhatsApp-ku bermasalah.
Pikiranku sekarang bercabang. Untuk mengusir rasa gundah, pukul 4 sore aku mulai memasak. Kusiapkan seluruh kebutuhan bagi tamu-tamu istimewa ini. Aku juga harus memikirkan menu yang kira-kira bisa disantap si kecil (anak Susie) yang baru saja mengonfirmasi hendak datang.
Sekadar pengumuman, Dik Susie merayakan hari kelahirannya pada 15 Januari lalu. Usianya mencapai empat dasawarsa. Tahun lalu, kami semua sebenarnya diundang untuk merayakan pesta akbar semalam suntuk pada Bulan April. Tetapi apa daya, Prancis menetapkan karantina. Buyarlah seluruh harapan kami untuk berkumpul.
Karena itu, aku bertekad menghadiahkan kesan mendalam tahun ini, tentu saja, sesuai kemampuanku. Jadi, misiku dan Bu RT yang sebenarnya adalah memestakan ulang tahun Dik Susie.
Menu-menu masakan harus kuolah dengan tanganku sendiri. Aku ingin memberi kenangan yang indah kepada tamu-tamu pertama yang datang ke Vila Cantik Bernomor Urut Lima.
Namun, waktu berlalu begitu cepat. Aku tidak benar-benar menyelesaikan apa yang harus kukerjakan ketika angka di peralatan elektronik dapurku sudah menunjukkan pukul sebelas malam.
Setelah mengatur meja-kursi dan menghitung jumlah sendok-garpu, aku segera menuju peraduan, agar tidak bangun dan tertidur di hari yang sama. Supaya besok pagi, aku dapat terlihat lebih segar.
Minggu, 17 Januari 2021
Hari yang ditunggu-tunggu tiba. Pagi baru menunjukkan pukul 9.30, aku kedatangan dua tamu dadakan: Chico dan Pascal. Chico (dari Chico et Les Gypsies) ingin mengucapkan selamat tahun baru. Aku pun bergegas meminta Chico memberi sepatah kata. Setelah beramah-tamah sejenak, aku kembali ke dapur.
Tanpa membuang waktu, aku mulai mematangkan menu yang sudah kusiapkan secara maraton dari Sabtu malam. Daging empuk berbumbu kukucuri perasan jeruk clementine. Nasi seafood ala Spanyol kutaruh di pyrex. Demikian juga dengan aubergine a la provencal, seporsi salad segar dengan topping truite fume dan surimi kususun di atas piring ceper.
Supaya sayurnya tidak layu, aku akan menyiram salad itu dengan vinaigrette maison saat yang mengundangkan diri sudah duduk di meja.
Untuk tambahan féculents, aku membuatkan purée maison: campuran tiga bahan alami berupa ubi merah, wortel, dan panais. Hm, aku tidak tahu apakah sayuran panais ada di Indonesia.
Ketiga bahan itu kurebus hingga lunak, kemudian kutiriskan airnya dan dilumat dengan garpu. Purée ini ideal untuk dimakan dengan daging atau ikan. Bagi yang suka, silakan tambahkan garam atau kaldu ketika merebusnya. Karena Bu RT berpesan bahwa beliau lagi diet, aku dengan senang hati menyajikan sesuatu yang tidak merusak programnya, tetapi tetap maknyus!
Aku mengeluarkan pain surprise, berikut tiga jenis keju dan minuman tanpa alkohol. Aku sengaja membeli ragam makanan dan minuman ini untuk menambah semarak hidangan di atas meja.
Lalu, segera aku berangkat ke toko kue, mengambil pesanan kue tiga raja dua versi dan kue ulang tahun buat Dik Susie.
Aku sedang mematangkan seporsi haricot coco plat ketika kudengar pintu diketuk. Sayangnya, menu ini malah lupa kukeluarkan, dan baru kumakan pada Hari Senin.
Bu RT-ku dan suaminya yang ganteng, Charlie, datang sebagai tamu pertama. Disusul 40 menit berikutnya, Dik Susie Huang Lys sekeluarga: Flo, Nathan, dan Aaron.
Juragan mendaulat Pak RT untuk memilih wine di cave, menemani bapak-bapak bersosialisasi. Sementara aku sibuk mencari wadah buat menaruh wine. Tetapi tidak ketemu. Akhirnya, wine itu dituang di pot kaca biasa.
Untuk memperpendek cerita, bolehlah kukatakan, hari hajatan di Vila Cantik Bernomor Urut Lima berjalan lancar. Cuaca begitu bagus. Tamu-tamu menyukai hidangan yang kusediakan sepenuh cinta. Termasuk empat loyang kue untuk enam orang dewasa dan dua anak-anak.
Jangan berpikir itu terlalu banyak. Sebab, setiap pesta usai, apapun yang tersisa di atas meja segera dibungkus untuk dibawa pulang tetamu, supaya aura kebahagiaannya terus menempel hingga mereka kembali ke rumah.
Aku juga meracikkan kembali seporsi salada buat Pak dan Bu RT. Fait maison. Ya, saladaku memang berbeda. Bukan hanya karena pemilihan beragam sayur segar yang kuiris dengan teliti. Rahasia perbedaan itu terletak pada irisan daun wasabi segar dan campuran la roquette warna ungu dari Jepang, serta guyuran sari buah murni dari perasan jus extracteur, dicampur sedikit minyak olive ekstra vierge. Itu semua membuat komposisi saladaku gurih, penuh vitamin, tidak berminyak, dan mendapat apresiasi.
Aku beruntung mengenal seorang penjual sayuran dari Jepang. Ia bercocok tanam sendiri di daerah Beaucaire, tak jauh dari Kota Arles. Beliau menjual hasil panen khas negaranya itu di pasar Kota Arles. Sayur yang dijualnya memang unik dan jarang ditemukan. Itulah mengapa setiap Sabtu aku selalu rajin ke pasar berburu sayur segar.
Begitulah kira-kira untaian cerita pertemuan kami di hari itu.
Make A Wish Wishes
Terima kasih, Bu RT, atas inisiatifnya mengundangkan diri. Sungguh, lumpia dan kue sitrunnya enak sekali. Bu RT adalah orang (lain) pertama yang menggoreng makanan di dapur baruku.
Kepada Pak RT, aku sangat berutang budi, karena sudah dua kali beliau memperbaiki mainan rubikku yang terjatuh. Kata Bu RT, jangan-jangan aku sengaja merusakkannya.
Hahaha, tidak, Ibu. Aku tak punya waktu cukup banyak untuk merusak barang-barang kesayanganku. Aku justru menyesal tidak bisa memainkannya secara bergantian untuk melatih otak kiri-kananku yang semakin tumpul.
Terima kasih untuk Dik Susie sekeluarga yang berkenan meniup lilin awet ayu di rumah yang belum selesai ini.
Percayalah!
Berlapis doa telah kualirkan…
pada setiap potongan daging…
pada setiap irisan sayur…
pada setiap bunyi ayunan spatula…
pada langkah-langkahku yang tergesa mengejar waktu, sehingga di hari itu, aku hanya melihat senyum mengembang dan rasa syukur dari wajah cantikmu yang ceria.
Terima kasih juga atas suvenir yang Susie bawakan dari tanah air: sebungkus jahe merah seduh dan teh bajakah khas Kalimantan Barat. Kapan-kapan, kita bikin acara minum bersama, ya!
Mengingat pukul 6 sore, Prancis memberlakukan jam malam, maka Dik Susie sekeluarga yang tinggal ratusan kilometer dari Kota Arles pada pukul empat sore sudah berpamitan.
Tak lama kemudian, Bu RT dan Pak RT menyusul. Rumah yang barusan penuh gelak tawa mendadak sepi lagi.
Kepada ruangan yang masih penuh barang, aku seolah menemukan kembali wangi aroma makanan, pembicaraan yang seru, nyanyian ulang tahun yang penuh kehangatan, serta tawa pecah berderai. Yang pasti, ada jejak-jejak pertama dari saudara seperantauanku yang sudah kuanggap keluarga.
Pesta telah usai. Aku membereskan seluruh peralatan. Menata kembali meja-kursi. Aku berbahagia di masa pandemi ini, karena masih diberi kesempatan melapis mutiara silaturahmi bagi saudara yang kukenal di tempat perantauan, dengan sesuatu yang sederhana tetapi penuh makna.
Berikut ini dokumentasi video hari istimewa itu:
View this post on Instagram
Kiranya, tanggal 17 Januari 2021, di Vila Cantik Bernomor Urut 5, kenangan berupa foto dan video yang sempat terekam, terbingkai abadi dalam blog ini.
Merci beaucoup Cc dan Philippe..you are so kind..
Tidak akan pernah lupa dengan kebaikan cc dan Philippe.
Love you both.
Terima kasih dek Susie sekeluarga, sudah berkenan datang.
Semoga selalu ada kesempatan untuk kita, mengulang lagi tahun-tahun mendatang, dalam keadaan sehat.
Love u all
Bisous