Sabtu lalu, tepatnya 4 Desember 2021, gunung tertinggi di Pulau Jawa meletus. Tanpa letusan saja, sudah banyak kita dengar cerita di Gunung Semeru yang menarik disimak. Sebagian memang sulit dinalar secara logika, tetapi tetap menjadi bagian dari sejarah.
Pada dasarnya, gunung di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) ini memang masih aktif. Bahkan gunung berapi tertinggi ketiga di Indonesia, setelah Kerinci dan Rinjani. Menjulang gagah 3.676 meter dari permukaan laut (mdpl), bisa dibayangkan dahsyatnya bila gunung ini batuk-batuk sedikit saja. Setidaknya, warga Kabupaten Malang dan Lumajang akan ketir-ketir.
Dari ukuran, kedalaman, serta ketinggiannya yang luar biasa, wajar jika Gunung Semeru menyimpan banyak cerita. Kusimpan lima di antara ratusan cerita itu untukmu.
ISI ARTIKEL
1. Cerita Legenda Terciptanya Gunung Semeru
Menurut Tantu Pagelaran, kitab kuno abad 15, Pulau Jawa awalnya mengambang di lautan. Saat Dewa Siwa berkunjung, ia melihat pohon jawawut. Maka diberilah nama Jawa. Namun, pulau itu terlihat menyedihkan karena terombang-ambing oleh ombak.
Demi membuatnya stabil, para dewa berinisiatif memindahkan Gunung Meru di India ke atas Pulau Jawa. Dewa Wisnu pun berubah menjadi kura-kura raksasa, lalu menggendong Gunung Meru di punggungnya. Sementara Dewa Brahma menjadi ular raksasa yang mengikat Gunung Meru dan sang kura-kura agar proses pemindahannya lancar.
Dalam sekejap, Dewa Brahma dan Wisnu berhasil meletakkan Gunung Meru di atas Pulau Jawa. Beres!
Namun, Pulau Jawa jadi berat sebelah. Tidak kurang akal, kedua dewa itu lantas memotong Gunung Meru. Potongan kecilnya ditaruh di bagian barat pulau sebagai penyeimbang.
Nama kuno potongan ini adalah Gunung Pawitra. Nama modernnya, Gunung Penanggungan. Sedangkan Gunung Meru di bagian timur Pulau Jawa kini akrab dengan sebutan Semeru.
Dengan hadirnya Gunung Semeru dan Gunung Penanggungan, Pulau Jawa pun kokoh di tengah samudra. Boleh percaya, boleh tidak. Namanya saja legenda.
2. Cerita Arca Dewa Siwa Tertinggi se-Jawa
Terkait dengan legenda tadi, fakta berbicara bahwa ada situs arkeologi di Gunung Semeru yang dipercaya sebagai perwujudan Dewa Siwa. Sepasang arca kuno tersebut bernama Arcapada alias Arcopodo (artinya dua penjaga). Waktu itu, masyarakat setempat mempercayai Dewa Siwa sebagai simbol penolak bala.
Arca kembar ini terletak di ketinggian 3.002 mdpl. Dengan begitu, Gunung Semeru mencatatkan diri sebagai tempat arca tertinggi di Pulau Jawa. Sayang, jalur menuju Arcapada lumayan sulit untuk ditempuh, bahkan berpotensi menyesatkan pendaki pemula.
Namun, Arcopodo juga lokasi yang dinanti-nanti oleh para pendaki. Karena tempatnya luas dan datar, Arcapada sering dijadikan tempat rehat sebelum melanjutkan pendakian.
Mau dengar cerita mistisnya? Ada dua patung prajurit dari Zaman Majapahit di sini. Tidak semua orang dapat melihatnya, karena tergolong barang gaib.
Beberapa pendaki mengaku pernah melihatnya. Namun, setiap orang memiliki versi penglihatan yang berbeda-beda soal bentuk dan ukuran arca. Bahkan, ada yang merasa saat mencapai lokasi ini di Gunung Semeru, tentu kita tidak dapat melihat arca itu, karena kita sebenarnya sedang berdiri di atas paha raksasanya. Hiiii….
3. Cerita Kedekatan Masyarakat Bali dan Gunung Semeru
Sekalipun secara geografis terletak di Jawa Timur, ternyata Gunung Semeru memiliki kedekatan psikologis dengan masyarakat Bali. Sudah sejak lama, mereka menganggap Gunung Semeru sebagai ayah dari Gunung Agung di Bali.
Sebab itulah, setiap 8-12 tahun sekali, banyak penganut Hindu di Bali berbondong-bondong berwisata religi ke Gunung Semeru demi menjalankan upacara sesaji. Dalam ziarah itu, mereka juga singgah ke Bromo untuk memperoleh Tirta Suci di Goa Widodaren.
Sependek pengetahuanku, walau penganut Hindu di Bali dan Hindu di Jawa (terutama daerah Tengger, Bromo, dan sekitarnya) agak berbeda aliran, mereka memang tetap saling mengunjungi dalam konteks ibadah.
4. Cerita Soe Hok Gie yang Meninggal di Gunung Semeru
Aktivis kritis Soe Hok Gie memang pecinta alam. Ia pernah mendaki Gunung Semeru pada 12 Desember 1969 dalam misi personal yang istimewa. Gie akan berulang tahun ke-27 lima hari berikutnya!
Maka untuk mengejar momen spesial itu, bersama teman-temannya (Idham Dhanvantari, Jerman Onesimus, dll.), berangkatlah Gie. Mereka bertolak dari Kali Amprong, pematang Gunung Ayek Ayek, kemudian turun ke arah Oro Oro Ombo. Jalur pendakian yang menyeleneh ini ditempuh dengan berpedoman pada buku panduan terbitan Belanda tahun 1930.
Sekadar informasi, puncak Gunung Semeru bernama Mahameru, sedangkan kawahnya bernama Jonggring Saloko. Setiap 15-30 menit, kawah gunung itu mengeluarkan asap pekat. Orang setempat menyebut asap toksik itu wedhus gembel, karena bentuknya memang mirip kambing gimbal.
Nah, di Joggring Saloka, Gie tanpa sengaja menghirup gas beracun yang menguar. Gie pun meninggal di Gunung Semeru hanya beberapa jam sebelum usianya genap 27 tahun. Karena medan yang sulit, evakuasi jenazah aktivis yang sekaligus penulis Catatan Seorang Demonstran itu memakan waktu yang cukup lama.
5. Cerita Seram di Kawasan Kelik Gunung Semeru
Ada tempat bernama Kelik yang merupakan area untuk mengingat orang-orang yang meninggal di Gunung Semeru. Di antara batu-batu “in memoriam”, terukir nama Soe Hok Gie.
Karena konsepnya semacam “pemakaman”, otomatis suasana Kawasan Kelik agak seram. Banyak juga pendaki yang kesurupan di sini. Diagnosisnya mudah ditebak: kemasukan roh halus.
Padahal, tujuan dibuatnya tempat ini hanya untuk mengingatkan para pendaki agar berhati-hati. Sebab, tingkat kesulitan pendakian medan Gunung Semeru tergolong menengah ke atas. Ketinggiannya menguras stamina, ditambah ada batu-batu berjatuhan, gas beracun di puncaknya, berpotensi gempa, erupsi, dan sebagainya.
Jadi untuk menaklukkan Gunung Semeru, selain fisik prima, pikiran harus positif dan tahu medan. Jika teledor, ingat, sudah banyak yang meninggal di sini. Begitu mungkin pesan dari Kawasan Kelik ini.
Soal kerasukan roh halus, ya. Mau percaya, silakan. Mau tidak, juga bebas saja.
Namun, kalau kita mau meninjau sisi ilmiahnya, efek terhirup gas beracun dalam jumlah ringan dapat mengakibatkan halusinasi. Sedangkan dalam kasus berat, bisa membuat orang meninggal sebagaimana yang terjadi pada aktivis yang rajin menulis buku harian tadi.
Selain itu, pendakian gunung pasti melelahkan. Di titik tertentu, tubuh bisa kekurangan oksigen. Orangnya pun jadi gampak panik, kejang-kejang, dan mengalami hal-hal lain yang secara fisik mirip orang kerasukan.
Mengenai mitos dan legenda yang mewarnai Gunung Semeru, itulah kearifan lokal. Kalau kita telaah, sebenarnya cerita-cerita itu mengandung unsur pengetahuan praktis yang mudah dipahami oleh siapapun.
Jangan meremehkan gunung! Jangan semena-mena terhadap gunung! Negeri kita secara geografis memang terletak di antara titik-titik gunung berapi aktif. Sisi positifnya, tanah kita menjadi subur gemah ripah loh jinawi. Tetapi sisi negatifnya, bencana letusan gunung berapi terjadi bergantian.
Pesan itu dibungkus dalam cerita yang asyik untuk disebarkan dari mulut ke mulut. Begitulah cara nenek moyang kita menyampaikan pesan fenomena alam, agar masyarakat tetap waspada. Acung jempol untuk cara mereka memanfaatkan storytelling. Begitu mengena!
Referensi
- “Gunung Semeru”. Wikipedia Indonesia, diakses 7 Desember 2021.
- Khoirul, Afif. 5 Desember 2021. “Konon Dipindahkan Para Dewa Dari Tanah India, Inilah Legenda Gunung Semeru yang Diyakini Sebagai Paku Bumi Pulau Jawa yang Ditancapkan Para Dewa”, Intisari Online, diakses 7 Desember 2021.
- Ramadhian, Nabilla. 5 Desember 2021. “10 Fakta Menarik Gunung Semeru, Rumah Tertinggi Sepasang Arca Kuno”, Kompas.com, diakses 7 Desember 2021.
Vraiment passionnant toutes les légendes autour de Semeru