Pernah dengar semboyan Liberté-Égalité-Fraternité? Enak diucapkan, karena berima. Itulah yang mendasari bendera biru-putih-merah Prancis hari ini. Tetapi untuk mendapatkan semboyan itu, rakyat Prancis berjuang luar biasa, tidak sekadar bermain rima. Gerakan itu kemudian dikenal di seluruh dunia sebagai Revolusi Prancis.
Kita tahu, setiap14 Juli, Prancis memperingati hari kemerdekaannya. Jika tidak ada pandemi, perayaan kemerdekaan ini bisa dipastikan lebih meriah. Padahal, kalau kita menengok sejarahnya lebih dari dua abad lalu, rakyat Prancis berdarah-darah untuk mendapatkan kemerdekaan itu.
Semangat revolusi semakin berkobar melalui lagu perjuangan rakyat, La Marseillaise. Allons! Enfants de la Patrie. Mari, putera-puteri patriot!
ISI ARTIKEL
Pemicu Revolusi Prancis
Prancis adalah kerajaan yang megah dan disegani. Rezim monarki ini menjadi semakin absolut pada pemerintahan Raja Louis XIV. Namun, sepeninggalan raja yang bertakhta 72 tahun itu, kekuasaan absolut mulai kehilangan kontrol. Rakyat yang terbebani mulai mengerutkan kening, “Kok begini, sih?”
Faktanya, Revolusi Prancis berawal dari ketidakpuasan rakyat terhadap Ancien Regime, suatu sistem aristokratis Prancis di bawah pemerintahan Dinasti Valois dan Bourbon dari abad 14-18. Ketidakpuasan ini memuncak pada masa pemerintahan Louis XVI.
Perekonomian yang terpuruk
Panen yang buruk menyebabkan kenaikan harga pangan. Ini diperparah dengan utang besar akibat keterlibatan Prancis dalam berbagai perang besar, seperti Perang Tujuh Tahun dan Perang Revolusi Amerika.
Pajak yang tidak adil
Untuk menutup tekor, Kerajaan memaksimalkan pajak. Sayangnya, sistemnya tidak adil. Bayangkan, Etats atau Golongan Pertama (raja dan bangsawan) dan Golongan Kedua (tuan tanah dan pemuka agama) tidak diwajibkan membayar pajak. Justru Golongan Ketiga (warga perkotaan atau pedesaan yang bukan kelompok bangsawan atau pendeta) yang diwajibkan!
Sementara itu, di dalam Istana Versailles, Raja Louis XVI hidup dengan nyaman. Ditambah perilaku Marie Antoinette, permaisurinya, yang senang berfoya-foya, semakin memicu revolusi itu.
Kerajaan dan Gereja Katolik
Rakyat mulai menyadari kelemahan sistem pemerintahan absolut. Mereka juga mulai menilai pengaruh Gereja Katolik terlalu besar dalam pembuatan kebijakan publik. Padahal, rakyat menginginkan kebebasan beragama dan kesetaraan sosial-politik-ekonomi. (Tak heranlah bila sampai hari ini, Prancis seperti alergi dengan campur tangan institusi agama apapun dalam urusan politik atau sosial)
Rakyat juga ingin menyingkirkan Marie Antoinette yang dianggap mata-mata Austria dan pembuang-buang uang rakyat, serta sosok yang dianggap bertanggung jawab atas dipecatnya Jacques Necker, bendahara keuangan yang dianggap bisa mewakili rakyat di Kerajaan.
Kemarahan rakyat tidak bisa dibendung lagi. Kebencian mereka terhadap pemerintah monarki absolut itu seperti sudah mencapai ubun-ubun.
Sidang Etats-Generaux (Golongan Umum)
Revolusi dimulai dengan diadakannya pertemuan Etats-Generaux (wakil rakyat dari berbagai golongan) pada 5 Mei 1789.
Lalu, tanggal 20 Juni 1789, diproklamirkanlah Sumpah Jeu de Paume atau Sumpah Lapangan Tenis. Sumpah ini menyatukan tiga golongan.
Majelis ini kemudian berganti nama menjadi Majelis Konstituante Nasional pada 9 Juli 1789. Mereka membayangkan kedaulatan nasional dan pemisahan kekuasaan serta berkomitmen menyusun konstitusi tertulis untuk menggantikan kerangka rezim lama.
Pada 11 Juli 1789, atas desakan Marie Antoinette, Louis XVI memecat Menteri Keuangan Jacques Necker. Sekadar catatan, Necker selama menjabat mulai mengendus ada yang tidak beres dengan keuangan Prancis.
Warga Paris menganggap tindakan pemecatan Necker itu untuk menggertak Majelis Konstituante, mereka marah. Keesokan harinya, mereka memulai pemberontakan. Kendati ada rasa was-was juga, bahwa Kerajaan akan melibatkan tentara, termasuk tentara asing, untuk membungkam Majelis Konstituante.
Penyerbuan terhadap Bastille
Pemecatan Jacques Necker memantik kerusuhan dan penjarahan pada 12-13 Juli 1789. Lalu, tanggal 14 Juli, para pemberontak semakin nekat. Mereka mulai mengincar senjata dan amunisi di benteng sekaligus penjara Bastille, tempat yang dianggap sebagai simbol kekuasaan monarki. Mereka merangsek sambil berteriak-teriak, “Liberte! Egalite! Fraternite!”
“Kebebasan! Kesetaraan! Persaudaraan!” koor mereka lantang.
Peristiwa ini membuat Raja Louis XVI kalang kabut. Ia akhirnya memutuskan mundur untuk sementara waktu. Ketika mengunjungi Paris tiga hari kemudian, ia menerima pita tiga warna, yaitu biru, putih, dan merah diiringi teriakan, “Vive la Nation!” Dan, “Vive le Roi!” sebagai ungkapan kegembiraan rakyat.
Necker kembali diangkat sebagai ahli keuangan. Tetapi tidak lama, karena kurang terampil sebagai politikus.
Walaupun Raja Louis XVI mundur dan Majelis menang, situasi di Prancis masih buruk. Di pedesaan, semangat revolusi ini menjalar ke rakyat jelata. Mereka mempersenjatai diri untuk melawan invasi asing dan menyerang istana-istana kaum bangsawan sebagai wujud pemberontakan agraria umum. Peristiwa ini dinamakan La Grande Peur, atau Ketakutan Besar.
Lahirnya Deklarasi Hak Asasi Manusia
Pada 4 Agustus 1789, Majelis Konstituante Nasional resmi menghapuskan feodalisme. Ini adalah peristiwa mendasar dari Revolusi Prancis, tertuang dalam Dekrit Agustus. Keputusan ini menghapuskan seluruh hak istimewa Golongan Kedua.
Di bulan yang sama, lahir Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara (Declaration des Droits de L’Homme et du Citoyen). Deklarasi ini dirancang oleh Marquis de Lafayette, seorang bangsawan Prancis sekaligus perwira militer, sebagai sebuah prinsip untuk mengubah bentuk pemerintahan dari monarki absolut ke monarki konstitusional.
Secara garis besar, deklarasi ini menjamin persamaan hak dan kewajiban warga Prancis, serta melindunginya secara hukum tanpa membeda-bedakan golongan.
Kehidupan masyarakat Prancis pun mulai bergerak ke arah positif. Kendati demikian, badai krisis belum berlalu. Honore Mirabeau, seorang politikus pendukung monarki konstitusional, memimpin gerakan untuk mengatasi masalah ini. Majelis pun memberi Necker hak penuh untuk mengelola keuangan negara.
Gerakan Perempuan
Pada 5 Oktober 1789, sekelompok perempuan berbaris menuju Hotel de Ville alias Balai Kota. Mereka menuntut pejabat kota lebih serius mengatasi permasalahan ekonomi, terutama terkait krisis pangan. Mereka juga menuntut Kerajaan untuk tidak memblokir Majelis Nasional dan meminta Raja dan keluarganya pindah ke Paris sebagai manifestasi usahanya dalam mengatasi kemiskinan.
Lantaran tidak ada respon positif, sebanyak ribuan wanita akhirnya turut bergerak menuju Versailles sambil membawa meriam dan senjata ringan. Situasi menjadi tidak terkendali. Massa yang marah mulai menyerbu Istana. Beberapa penjaga menjadi korbannya.
Raja akhirnya bersedia kembali ke Paris pada 6 Oktober 1789. Tetapi ini belum berakhir.
Sampai nasib Raja Louis XVI dan Marie Antoinette berakhir di tiang eksekusi pemenggalan (guilllotine), Revolusi Prancis masih bergulir.
Puncaknya, adalah naiknya Jenderal Napoleon Bonaparte pada 9 November 1799 sebagai Konsul Tingkat Satu Prancis. Peristiwa ini dikenal dengan nama Kudeta 18 Brumaire. Lewat kudeta tak berdarah tersebut, Napoleon menggulingkan Direktoriat Prancis, dan menggantikannya dengan Konsulat Prancis.
Revolusi Prancis: Dari Prancis untuk Dunia
Revolusi besar Prancis yang berlangsung sepuluh tahun, dari 1789 hingga 1799, telah mengubah wajah dunia. Dengan peristiwa itu, orang jadi lebih melek akan nilai-nilai kemanusiaan dan persamaan hak. Orang-orang pun jadi tahu, bahwa raja bukanlah pemimpin yang selalu dapat berkuasa. Bukan pula keturunan dewa atau pengganti Tuhan di dunia (le Droit Devin).
Indonesia termasuk yang mendapat pengaruh positif dari Revolusi Prancis. Walaupun saat peristiwa ini terjadi, negara kita belum terbentuk, prakarsa tersebut datang melalui catatan sejarah. Tokoh-tokoh Indonesia membaca peristiwa Revolusi Prancis, lalu terinspirasi akan semangat nasionalisme, demokrasi, dan persatuan, jauh sebelum Republik Indonesia terbentuk.
Kini, Prancis adalah satu-satunya negara di dunia yang menjalankan kedaulatan atas wilayah yang tersebar di empat samudra dan dua benua. Prancis memainkan peran geopolitik penting di tingkat global.
Selamat ulang tahun, Prancis. Vive la Republique, Vive la France!
Referensi
- “Révolution française”. Wikipedia Prancis. Diakses 10 Juli 2021.
- “France”. Wikipedia Prancis. Diakses 10 Juli 2021.
- Welianto, Ari. 27 Mei 2020. “Penyebab Terjadinya Revolusi Perancis”. Kompas.com. Diakses 11 Juli 2021.