Setelah perayaan Natal yang dilanjutkan dengan kemeriahan tahun baru, semarak pesta di negara Prancis masih berlanjut. Tanggal 6 Januari mangawali sebuah fesival yang dinanti-nanti. Perayaan Epifani atau kedatangan orang-orang Majus dari Timur membawa persembahan kepada kanak-kanak Yesus, sekaligus mengantar kabar gembira.
Kabar gembira tersebut adalah tradisi mencicipi Galette de Rois maupun Brioche de Rois. Kedua jenis hidangan manis ini menduduki posisi terhomat di semua pintu etalase toko kue maupun supermarket.
Galette de Rois merupakan pai padat berbentuk bundar dan pipih. Bersalut krim manis berbahan kacang almon, mentega, telur, dan gula dengan rasa mengoyang lidah.
Sedangkan Brioche de Rois adalah adonan roti gurih seperti donat ukuran besar, berpadu manisan buah kering dengan taburan gula kristal putih seukuran gandum.
Dua-duanya enak dan menggugah selera.
Yang unik, setiap pembelian kue spesial ini akan dilengkapi sebuah mahkota dari kertas karton. Sedangkan isi kedua kue, selain petunjuk yang sudah dijelaskan di atas, masih diselipkan sebuah boneka porselen mini seukuran kacang rebus, disertai sebutir kacang parang atau yang biasa disebut kacang fava.
Sehingga, tanpa ketiga benda ini, meskipun rasanya sama, pai atau roti tersebut hanyalah kue biasa, bukan Kue Tiga Raja.
Namanya juga kue dengan sebutan tidak biasa, penyajian pun harus melalui tatakrama yang istimewa.
Kue Tiga Raja lalu di potong-potong. Kadang-kadang, kejutan sudah diketahui sang penyaji. Namun jangan khawatir, karena boneka porselen dan kacang fava dengan mudah diselipkan kembali di antara adonan lembut itu.
Seorang anak disuruh menentukan porsi mana yang akan diberikan pada anggota keluarga atau tamu.
Terkadang, untuk menghangatkan suasana, sang empunya hajat memutuskan kue yang sudah diketahui isinya, sengaja diberikan kepada anggota yang lebih muda. Atau, porsi tersebut dipersembahkan kepada tamu istimewa yang hadir. Tetapi yang lebih sering, adalah membiarkan takdir berbicara.
Apapun akal-akalan manusia, tujuannya adalah berkumpul dengan gembira. Ide ini sebenarnya mengadaptasi permainan Raja Sehari versi Romawi kuno.
Begini ceritanya. Di suatu era, pada Perayaan Saturnalia di mana majikan dan budak diizinkan bermain bersama, ada pemilihan Raja Sehari.
Mereka dibagikan makanan yang di dalamnya terdapat sebuitir kacang fava. Untuk menghindari kecurangan, seorang anak kecil atau seseorang dewasa yang netral (tidak tahu letak kacang), mendistribusikan mangkok tersebut kepada seluruh partisipan.
Walhasil, salah satu dari mereka yang mendapatkan biji kacang, secara aklamasi, menjadi Raja Sehari. Ia boleh melakukan apa saja yang diinginkannya. Seandainya ia budak, ia boleh memerintah siapapun atau membalas dendam pada tuannya. Tetapi setelah matahari terbenam, gelarnya akan copot. Konsekuensinya, bila budak tersebut keterlaluan, ia juga bisa dihukum mati.
Demikian ilustrasi versi Romawi kuno yang melahirkan ide pembuatan Kue Tiga Raja.
Seseorang yang mendapat boneka porselen mini dalam Kue Tiga Raja akan dipakaikan mahkota karton, dan dinobatkan sebagai ratu atau raja.
Yang mendapat kacang fava juga bergembira. Ialah Raja Sehari sesungguhnya versi Saturnalia.
Tetapi yang lebih semringah, tentu saja, penjual kue. Sebab, mereka yang terpilih sesaat menerima takhta, mendapat giliran pula membawa kue manis tersebut pada jamuan berikutnya. Begitu seterusnya, sepanjang bulan Januari.
Terlepas dari kenikmatan kue, peringatan Epifani adalah pesta sukacita umat Kristiani karena kelahiran Juru Selamat kita ke dunia.
Demikianlah sebuah kudapan mendapat imajinasi dan bertransformasi.
Bagi umat Kristiani, aku sekalian mengucapkan Selamat Hari Raya Epifani. Semoga seluruh umat manusia bergembira dalam damai, dan saling menghargai sebagaimana yang dicontohkan oleh Orang-orang Majus dari Timur.
Tuhan memberkati kita semua.