Pada hari Rabu, 9 Maret 2016, para ahli astronomi mengagendakan sebuah fenomena. Hari istimewa di mana piringan matahari tertutup oleh perjalanan bulan. Fenomena indah yang kita namakan gerhana matahari total ini kembali melintasi persada Indonesia.
Okultasi surya selama beberapa menit dimulai di teras Samudra Hindia, Sumatra, Kalimantan, Palu, Ternate, Maluku, kemudian melaju di atas permukaan Samudra Pasifik.
Sementara, parsial awal dan akhir fenomena tampak pada beberapa kota besar di Indonesia serta negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, Australia, serta Jepulauan Hawaii Amerika.
Di abad kedua puluh satu, ini merupakan gerhana matahari total kesepuluh. Dan untuk yang kedua belas kalinya, bulan membayangi kemilau sang surya.
Gerhana tercipta karena lintasan bulan terhadap matahari sejurus berpapasan dengan bumi. Konfigurasi tiga benda langit yang sejenak bertengger sejajar, perlahan-lahan melepas pandang. Sebagian jagat raya tiba-tiba merasa sudah petang, bahkan malam. Padahal, belum lama berselang, langit masih terang-benderang.
Para ilmuwan menandai ada empat fase gerhana: gerhana matahari total, gerhana sebagian, gerhana cincin, hingga hibrida. Setiap prosesi tersebut membiaskan pesona. Kondisi jauh-dekat bulan turut mempengaruhi bayang performa.
Alhasil, inilah kronologi sederhana, mengikuti gerak tempuh sang empunya cahaya, di suatu tempat pada satu ketika.
Matahari meredup ditegur bulan, bola langit mulai melepas silau, menghilang siluet demi siluet, hingga berbentuk sabit. Kemudian langit berwarna kebiruan, dan menghadiahkan sebuah cincin bagi caklawala, pertanda gerhana sudah sempurna.
Cumbu sesaat itu perlahan bergeser. Akhirnya, menit-menit penuh drama resmi sebagai sejarah, tentang kuasa benda-benda angkasa bagi kehidupan umat manusia.
Mengingat ukuran bulan empat ratus kali lebih kecil dari matahari, tetapi letaknya pun empat ratus kali lebih dekat ke arah sang surya, maka ketika berada pada satu jalur, diameter bulan akan tepat menghalangi proyeksi cahaya surya menuju arah semesta. Menyebabkan daerah di sekitarnya gelap gulita.
Itulah ritual totalitas nan bersahaja yang berkenan mengirim karisma di bumi nusantara, tanggal sembilan Maret ini, sebelum siang tiba.
Pertama kali aku akrab dengan ejaan kata gerhana, tepatnya menjelang 11 Juni 1983 melalui TVRI. Jauh-jauh hari, Pak Harmoko yang baru dilantik jadi Menteri, menerangkan sesuai “petunjuk dari bapak Presiden”.
Ia berharap penduduk Pulau Jawa, Sulawasi dan Papua supaya mengungsi di rumah. Kalaupun kepincut ingin memandang fenomena, sebaliknya lewat layar televisi saja. Bagi umat muslim yang kebetulan hendak berpuasa keesokan harinya (11 Juni 1983 jatuh pada hari Sabtu menjelang bulan Puasa Ramadhan 1403 H), disarankan menyempatkan diri menunaikan salat gerhana.
Meskipun Kota Pontianak waktu itu tidak langsung terkena dampaknya, langit Khatulistiwa merona sendu. Kami ikut menaruh baskom berisi air di depan pekarangan rumah.
Apa ada di antara teman-teman yang masih mengingatnya?
Cara bijak mengamati fenomena gerhana adalah dengan menggunakan kacamata, dengan spesifikasi filter khusus di atas lensa. Ini supaya sinar ultraviolet dan inframerah tidak membakar retina, yang bisa berakibat fatal bagi mata.
Bila alat tersebut tidak tersedia, merujuk petunjuk daripada Menteri Penerangan kita di zaman ORBA, duduklah di depan layar kaca, sehingga kontak menatap sang surya, yang sesaat bermuram durja berlangsung aman sentosa.
Saat gerhana melanda, suhu udara terbilang lebih rendah. Bagi warga Jakarta yang ingin mengamati benda lain antariksa, sembari menggali ilmu astronomi langsung dari angkasa, datanglah ke planetarium Taman Ismail Marzuki.
Atau…
Taman Mini Indonesia Indah. Di sana, sambil mengenal ragam budaya bangsa, kita dapat melihat wahana miniatur negara kepulauan Indonesia.
Selamat mengamati empat menit yang berharga. Bila masih ketagihan, gerhana total berikutnya akan bertengger kurang lebih tiga menit di benua Amerika Utara, tepatnya tanggal 21 Agustus 2017 . Jadi, para pemburu gerhana, silakan mengurus visa dan rencanakan liburan itu sambil berwisata sekarang juga.