Minggu subuh, 26 September 2021, aku terbangun oleh bunyi gemerisik di atas genting. Aku juga menangkap kilat cahaya dari suara petir menggelegar. Ternyata, Kota Arles mendapat jatah deras hujan.
Bagaimana ini? Teman-temanku, darling Dyah, si bawel Anisha, Uni Putri, serta Jeng Esti, katanya mau datang kumpul-kumpul.
ISI ARTIKEL
Acara Kumpul-kumpul Hampir Batal
Aduh! Haruskah aku membatalkan temu kangen ini? Aku tahu, jarak tempuh sang organisatoris atawa si cantik Dyah Clarissa dari Kota Beziers menuju Kota Arles lebih dari dua jam. Dan di tengah rute, si cantik berhati bidadari ini harus menjemput dua bidadari lain.
Sementara bidadari yang satunya, alias jeng Esti, datang dari arah berlawanan, kurang lebih membutuhkan waktu 40 menit. Bagi kami yang tinggal berlainan kota, jarak tempuh kurang dari satu jam itu termasuk dekat.
Baiklah, aku pun mengirim SMS untuk darling Dyah. Kutulis begini:
Darling, kok hujan besar di Arles!
Kalian TTDJ yaa
A plus tard
Bisous
Lalu, aku mencari aplikasi meteo untuk memantau perkembangan cuaca. Namun, ah! Sambaran petir tiba-tiba mematikan lampu di dalam rumah. Di teras, kusaksikan curah air seperti disiram dari langit. Terus terang, hatiku ketar-ketir.
Aku pun menelepon Dyah. Maksudku, memastikan mereka tidak batal. Oh ya, dua bidadari yang akan diangkut si cantik Dyah adalah si bawel Anisha dan Uni Putri. Katanya, mereka janjian bertemu di Montpellier.
Suara renyah di ujung telepon berkata bahwa mobilnya sudah meluncur. Ya sudah, deh!
Kuceritakan pula, bahwa listrik di rumahku padam oleh petir. Menganalisis ceritaku dan berdasarkan pengalamannya, si cantik Dyah menuntunku agar memeriksa panel listrik dan melihat apakah ada tombol yang turun.
Aku bergegas ke kotak panel listrik. Benar saja. Ada satu tombol yang ke bawah. Segera kunaikkan stekernya. Lampu pun kembali menyala. Puji Tuhan!
Begitu kudapati mental teman-temanku yang pantang menyerah kalau sudah berjanji, aku pun segera memasak dan menata meja.
Selain itu, tiada henti aku mendaras doa, “Ya Tuhan, hentikanlah ulah kabut yang mencari pelarian, mudahkanlah perjalanan teman-temanku ini.” Di setiap gerakan tanganku, doa ini terus berkumandang. Agar hujan tidak menghalangi niat baik mereka mendatangiku.
Tuhan pun mendengar permintaan yang sungguh-sungguh. Ketika aku memandangi jendela lagi, kulihat matahari perlahan tiba dan hujan menepi. Hatiku pun merekah!
Selamat Datang (lagi), Teman-teman!
Tak lama, Jeng Esti dari Aix-En Provence menelepon. Katanya, dia akan terlambat sekitar satu jam, karena harus menyiapkan dulu hidangan untuk suaminya, sekaligus membuatkan menu kesukaanku. Dirayu dengan urusan lidah begitu, mana mungkin aku membantah? Hehehe…
Akhirnya, tamu kloter pertama tiba dengan kantong yang masing-masing seberat setengah berat badan mereka. Rumah yang sepi langsung berubah semarak. Suasana teduh di luar berubah menjadi secercah sinar oleh jerit tawa ibu-ibu itu.
Mereka langsung membongkar kantong dan menyetor menu khas Indonesia, rasa tanah air di tanah rantau, yang pasti akan membuat lidah bergoyang. Ada bakso, gulai, kerupuk, kue dan sebotol wine.
Aku sendiri cuma diwajibkan menanak nasi putih. Itu pun belum kukerjakan. Tetapi aku punya alasan untuk itu, hahaha.
Sambil menunggu Jeng Esti, ada pembagian cendera mata dari Uni Putri. Tanda mata itu dikemas demikian indah. Waaaah, terima kasih, Uni Cantik! Vila cantik bernomor urut lima ini akan terus merekam kebaikan kalian yang datang mengukir kenangan untuknya.
Saat bel pintu pagar kembali berbunyi, kami sudah memasukkan sendok pertama. Bunyi itu menandakan tamu terakhir telah tiba. Lengkaplah kebahagiaan ini.
Kami memang hanya berlima, tetapi deru suara dalam rumah tak kalah dengan bising pasar ketika sedang ada festival. Pokoknya, ramai bukan kepalang. Topik yang dibicarakan masih seputar perempuan dan problemnya.
Sendok demi sendok, melaju dengan cepat, menemani ngalor-ngidul cerita kami di meja makan.
Entah kalap atau aji mumpung, aku tanpa segan menambah bakso dua kali, melahap ketoprak tahu, lalu gulai iga kambing yang maknyus, meski perut sudah kenyang dan jumlah kalori yang masuk telah melebihi kebutuhan. Namun, inilah rapelan. Aku sudah meminta pengertian kepada perutku agar tidak memberontak, hehehe….
Sambil bersantap, berbagai celoteh masih sahut-menyahut. Aku berusaha menjadi pendengar yang baik.
Hingga tak terasa, waktunya berpisah. Mereka membantuku merapikan meja. Juga, mengangkut kantong, peralatan, dan panci masing-masing untuk dicuci sendiri di rumah.
Terima Kasih Mau Kumpul-kumpul di Sini
Demikianlah awal musim gugur menulis ceritanya untukku. Dan tanggal 26 September itu telah mewarnai aroma tahun 2021, serta mengukir jejak perjalananku yang menakjubkan, di negeri berlumur cahaya ini.
Untuk darling Dyah Clarissa, yang mengatur seluruh pertemuan ini, terima kasih. Untuk Anisha, Uni Putri dan Jeng Esty yang menyambut ajakan darling Dyah, terima kasih.
Aku juga memohon maaf, atas segala keterbatasanku dalam menyambut kalian. Semoga aku diberi kesempatan memperbaiki kekurangan itu di pertemuan berikutnya.
Maksudnya pesta lagi?! Duh, jangan sering-sering, deh! Nanti ukuran bajuku yang ABG bisa jadi AGB (Aku Gede Benaran), hahaha…
Cuplikan keceriaan, terekam abadi di dalam foto dan video. Untuk kalian, sahabat-sahabat terbaik yang selalu tahu, bagaimana mengantarkan kehangatan di hatiku. Sekali lagi, terima kasih semuanya.