Teman-teman suka makan bakso, bubur, tongseng, soto, sop, rawon, atau mi ayam di depot atau pedagang kaki lima? Coba perhatikan mangkuknya. Pasti kalian pernah melihat mangkuk bergambar ayam jago seperti ini, bukan? Bagi generasi ‘90-an atau yang lebih senior, mangkuk ayam jantan ini familier sekali, bahkan seperti jadi benda nostalgia.
Ketika aku masih tinggal di Indonesia, rasanya memesan seporsi mangkok ayam dari menu-menu yang disebutkan di atas cukup untuk melepaskan rasa lapar. Porsinya pas, makan selagi panas, semangkok segera bablas. Tarik, Maaaaang!
Tetapi tahukah Teman-teman, pada tahun 2017 di Indonesia, desain ayam jago ini rupanya sempat membuat heboh. Gambar legendaris itu banyak dialihrupakan menjadi desain kaus, tas, topi, seprai, sampai sarung-bantal. Yang berminat membeli juga banyak, bisa jadi karena alasan nostalgia tadi.
Namun, akhirnya pemilik resmi desain itu, yakni PT Lucky Indah Keramik, mengingatkan dengan tegas, bahwa gambar ayam jago itu sudah mereka patenkan.
ISI ARTIKEL
Sejarah Mangkuk Bergambar Ayam Jantan
Muasal desain ayam jago ini sebenarnya bukan dari Indonesia, melainkan dari negeri Tiongkok. Di sana, ada yang menyebutnya Jigongwan, Gongjiwan, atau Jijiaowan. Mangkuk ini memang sudah mengakar di budaya mereka. Salah satunya, sebagai alat makan yang wajib ada dalam upacara “seserahan” sebuah pernikahan.
Mangkok bermotif ayam muncul pertama pada era Dinasti Ming (1368-1644). Porselin Chenghua dibuat di tungku pabrik kekaisaran Jingdezhen, di Tiongkok Selatan. Dikisahkan, Zhu Jianshen sangat menyayangi selir Wan, seorang pengasuh sekaligus kekasihnya. Selir itu 17 tahun lebih tua darinya. Setelah Zhu Jianshen naik takhta dengan nama Kaisar Chenghua. Mereka pun menikah.
Kepada pengrajin keramik di Provinsi Jiangxi, Kaisar memesan cawan bergambar ayam jago dan ayam betina. Cawan bergambar ayam ini adalah sebagai ungkapan cinta kepada permaisuri. Konon, sang Ratu memiliki apresiasi terhadap benda-benda kecil, serta menghargai sentuhan desain sederhana.
Meskipun benda porcelen yang mudah pecah itu hanya untuk tempat meninum anggur. Tidak tanggung-tanggung, “cawan ayam” terbuat dari bahan keramik terbaik, yang didekorasi dengan teknik doucai.
Doucai adalah teknik melukis porselen Tiongkok yang populer pada zaman Dinasti Ming. Jadi, setelah pola yang diinginkan terbentuk, permukaan porselen didesain dengan beberapa garis warna biru yang diglasir. Lalu, objek digambar lagi dengan cat warna berbeda. Pada lapisan cat yang baru ditambahkan, porselen kemudian dibakar pada suhu yang lebih rendah, sekitar 850 hingga 900 °C.
Cangkir ayam dihiasi dengan ayam betina dan ayam jantan. Ada ayam jantan dan ayam betina yang memberi makan anak-anaknya yang masih kecil, sambil mencari cacing dan merentangkan sayapnya. Ayam-ayam di cawan mewakili nilai-nilai inti dinasti Tiongkok, seperti melanjutkan garis keluarga serta mengasuh anak.
Seiring perkembangan, desain di mangkuk selalu memiliki makna simbolis yang positif. Gambar tanaman peoni, misalnya, menyimbolkan kekayaan. Sedangkan pohon pisang dengan daun lebar melambangkan nasib baik untuk keluarga. Kata “ji” yang bermakna “ayam”, mirip bunyinya dengan kata “jia” yang berarti “rumah” atau “keluarga”.
Di kalangan umum masyarakat Tiongkok, ayam jago sudah lama berasosiasi dengan etos kerja keras dan kegigihan dalam mencari kemakmuran. Ini karena ayam jago selalu membangunkan kita di pagi hari. Kokoknya seakan mengingatkan kita semua agar bersiap bekerja.
Seturut itu, Kaisar-kaisar Tiongkok begitu menyukai kerajinan porselen dengan teknik doucai ini. Di antaranya, Kaisar Wanli yang memerintah tahun 1572-1620 dari Dinasti Ming, Kaisar Kangxi yang memerintah tahun 1661-1722 dari Dinasti Qing. Bahkan pada 1776, Kaisar Qian Long yang memerintah tahun 1735-1796, masih dari Dinasti Qing mengarangkan puisi khusus untuk mangkuk itu.
Puisinya aku adaptasi secara harfiah dengan menyertakan teks bahasa Inggris.
Puisi Qian Long dalam bahasa Indonesia
Prunus, cantik menarik perhatian
Lemon, murni dengan aroma yang kaya;
Kacang pinus, enak dan renyah berkeping,
Paduan murni ketiganya demikian segar
Direbus dalam ketel kuno bersama dengan air salju untuk pengobatan.
Kuncinya, mengendalikan api dengan baik dan mengamati muncul hingga menghilangnya uap saat mendidih.
Dari mangkuk teh kecil yang dibuat di tempat pembakaran Yue, minuman abadi dituangkan.
Di dalam rumah sederhana, sukacita ketenangan dan harmoni dirindukan.
Serasa duniaku dimurnikan, perasaan melampaui kata-kata.
Aroma tersebar luas, minuman murni diliputi rasa semarak.
Ini seperti hadiah dari keabadian bagi pujangga Lin Bu ketika dirinya menikmati kesegaran prunus.
Bahkan penyair teh sebelumnya, Cong Shen dari Zhaozhou dan Yu Chuan, tidak dapat dibandingkan dengannya.
Di malam nan dingin, dengarkan suara tetesan air dari jam air,
Lihatlah bulan seperti batu giok yang jauh,
Minumlah beberapa mangkuk teh ini, di sinilah inspirasi puisi dan kegembiraan tanpa akhir.
– ditulis oleh Kaisar Qianlong pada awal musim semi tahun 1746
Puisi Qian Long dalam bahasa Inggris
Prunus, beautiful not coquettish; Citron, pure with rich aroma;
Pine nut, tasty and fragment,The three are all pure and fresh to extreme.
Boiled in an ancient boiler together with snow water for treat.
The key is to well control of fire and observe the appearing and vanishing of vapor while boiling.
From a small tea bowl made in Yue kiln the immortal drink is poured.
Inside a humble house the joy of tranquility and harmony is longed for.
My whole world is largely purified, which is a feeling beyond words.
Widely spread the pleasant aroma, lively suffused the pure drink.
This must be a gift from an immortal for poet Lin Bu while he was enjoying prunus.
Even early tea sages, Cong Shen from Zhaozhou and Yu Chuan, can not compare with it.
At a cold night, listen to the sound of dripping from water clock,
Look up at the far-away jade-like moon,
Drink a few bowls of this tea,
Here comes poem inspiration and endless joy.
– Written by Qianlong Emperor in the early spring of 1746.
Saat ini, ada tiga belas porselen Chenghua asli Dinasti Ming yang dipegang oleh museum dan tiga cangkir yang dikoleksi secara pribadi. Kecuali cap di bagian belakang porselen, mangkok ayam dari periode Chenghua tidak memiliki tanggal produksi yang spesifik atau pengrajin tangan yang teridentifikasi.
Mangkuk Ayam Jago Merambah Dunia
Tak bisa dipungkiri, bentuk mangkuk ayam jantan ini adalah yang terpopuler. Barang pecah belah ini mulai diproduksi secara massal pada era Dinasti Qing. Dengan demikian, harganya menjadi terjangkau. Makanya mangkuk ini kemudian begitu merakyat. Masyarakat menengah ke bawah di Tiongkok pun mampu membelinya. Sementara mangkuk-mangkuk bergambar phoenix, naga, atau motif eksklusif lainnya, harganya lebih mahal.
Awalnya, mangkuk bergambar ayam jago ini dibawa para perantau dari Provinsi Guangdong, di seputar Tiongkok. Namun, pada awal abad 20, mangkok ini mulai didistribusikan ke luar negara itu. Lantas, menyebar di Asia Tenggara. Hingga akhirnya masuk ke Nusantara.
Melihat popularitasnya yang kian naik daun, para pengrajin semakin memperbesar volume produksinya. Apalagi ketika mesin untuk menggambar keramik sudah ditemukan.
Sejarah mencatat cawan ayam asli Dynasti Ming sebagai Meiyintang Chicken Cup. Harganya pernah melejit di balai lelang Sotheby’s. Berniat mengoleksi?
Di Indonesia, pada tahun 1971, PT Lucky Indah Keramik mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dari gambar ikonik itu dengan nama “Lukisan Ayam Jago”. Pendaftaran merek tersebut sudah diperpanjang berkali-kali, hingga hari ini.
Jadi, kalau suatu kali Teman-teman makan di tempat makan dan mendapati mangkuk yang disodorkan bergambar ayam jago, itu kemungkinan besar pasti produksi PT Lucky. Dan Teman-teman boleh tersenyum, karena sudah mengetahui sejarah panjang dari gambar legendaris itu. Motif yang berawal dari kisah cinta klasik, suatu ketika, pada awal Dinasti Ming.
Referensi
- “Keramik Tiongkok”, Wikipedia Indonesia, diakses 9 September 2021.
- Malagina, Agni. 16 Februari 2018. “Kisah di Balik Mangkuk Bermotif Ayam Jago, Ternyata dari Tiongkok…”, Kompas.com, diakses 9 September 2021.
- Muslimah, Salmah. 7 September 2017. “Lukisan Ayam Jago Ada Sejak 1971 dan Dipatenkan Secara Turun Temurun”, Kumparan.com, diakses 9 September 2021.
- “Chicken Cup (Chenghua)”, Wikipedia Inggris, diakses 9 September 2021.
- Sumber foto pertama (mangkuk bergambar ayam jago): GoodNewsFromIndonesia.id