Dominasi Eropa dalam Sepak Bola Dunia

Dominasi Eropa dalam Sepak Bola Dunia

Saat ini, orang-orang sedang demam Euro, pesta sepak bola terakbar se-Eropa! Bolehlah dibilang, kiblat sepak bola dunia juga. Karena untuk urusan menggocek bola dan industrinya, siapapun tahu, Eropa adalah kekuatan yang sangat dominan di planet ini.

Teman-teman tahu kenapa?

Soccernomics (2009), buku karya Simon Kuper dan Stefan Szymanski

Tiba-tiba, aku teringat Soccernomics. Buku karya Simon Kuper dan Stefan Szymanski itu memang sudah terbit sejak 2009, tetapi isinya masih relevan. Terutama untuk menjawab mengapa sepak bola Eropa sungguh dominan, baik secara prestasi (kemenangan) maupun industri (bisnis).

Bagaimana Eropa Jadi Kiblat Sepak Bola Dunia

Bagaimana Eropa Jadi Kiblat Sepak Bola Dunia

Pertama, karena sepak bola memang tercipta di bumi Eropa. Tepatnya di Inggris.

Kedua, menurut pengarang buku ini, negara-negara Eropa memiliki jaringan yang sangat baik. Terutama Eropa Barat. Lihat saja, dalam empat gelaran Piala Dunia terakhir, tim peringkat satu, dua, dan tiganya, selalu berasal dari Eropa Barat. Sedangkan runner-up Argentina pada ajang 2014, kita anggap pengecualian.

Negara-negara Eropa mendominasi prestasi sepak bola dunia, menurut penulis buku Soccernomics, karena terkoneksi satu sama lain. Kedekatan geografi dan administrasi memungkinkan transfer pengetahuan berlangsung lebih cepat serta efektif.

Setelah memenangkan Piala Dunia 2014, pelatih Joachim Löw menjelaskan bagaimana timnas Jerman bangkit kembali setelah masa sulit di tahun 2000-an. Mereka belajar bagaimana mengoper bola lebih baik dari Spanyol dan Belanda, juga meningkatkan kecepatan permainan mereka dengan menonton Liga Premier Inggris.

Contoh lainnya, klub Jerman Bayern Munich merekrut Louis van Gaal (pelatih Belanda), sebelum menggantikannya dengan Pep Guardiola (pelatih Spanyol). Pep sendiri mengatakan, ia bisa membesut tim bola yang berkelas dunia berkat ide yang dicomotnya dari mana-mana. “Ide adalah milik semua orang dan saya telah mencuri sebanyak yang saya bisa.”

Memang, dalam urusan ini, tidak ada tempat di dunia ini yang memiliki begitu banyak ide untuk dicuri selain di Eropa Barat.

Demikian pula dari sisi pengembangan industri. Liga-liga dengan nilai miliaran dolar adalah liga Eropa, seperti Premiere League (Inggris), Serie A (Italia), La Liga (Spanyol), Bundesliga (Jerman), dan sebagainya. Selain saling sontek keterampilan menggocek bola, mereka ternyata juga saling sontek dalam pengelolaan bisnisnya.

Wow! Saling sontek ternyata justru membuat kita sama-sama sukses. Guru-guru sekolah pasti tidak suka dengan artikelku ini, hehehe….

Apakah Sepak Bola Eropa Dominan karena Kaya?

Apakah Sepak Bola Eropa Dominan karena Kaya?

Bisa jadi. Berdasarkan riset duo penulis Simon Kuper dan Stefan Szymanski, negara-negara kaya secara signifikan memang lebih baik di bidang olahraga dibanding negara-negara miskin. Olahraga cabang apapun, tentunya termasuk sepak bola.

Islandia, contohnya. Negara berpopulasi 355.620 jiwa ini menjadi negara terkecil yang pernah lolos ke Piala Eropa atau Piala Dunia. Apa rahasianya? Uang, Teman-teman! Atau dalam bahasa yang lebih halus: investasi.

Pada 2000, Islandia mulai membangun infrastruktur sepak bolanya. Lebih dari 100 sekolah mendapat lapangan bermain, ditambah tujuh fasilitas dalam ruangan berpemanas. Luar biasa, bukan? Ingat, ini negara kecil. Kota Pontianak saja penduduknya hampir dua kali lipatnya!

Anak-anak Islandia bukan hanya didorong untuk bermain, tetapi secara aktif ditangani oleh pelatih yang berkualitas. Bertahun-tahun kemudian, investasi ini terbayar.

Kekayaan mungkin membantu sebuah negara maju mengembangkan timnasnya. Tetapi bagaimana dengan pemainnya? Apakah uang membantu mereka? Statistik dari masa ke masa membuktikan, uang bukan segalanya kalau urusannya individu.

Banyak pemain terbaik Eropa berasal dari lingkungan miskin. Contohnya, Wayne Rooney, Zinedine Zidane, Christiano Ronaldo, hingga Zlatan Ibrahimovic. Justru karena miskin, mereka jadi punya waktu untuk berlatih.

Mereka tinggal di apartemen yang sempit. Mungkin orang tua mereka tidak menuntut mereka untuk rajin sekolah dan mengerjakan PR. Mereka hanya memiliki sedikit uang untuk dibelanjakan. Sementara, waktu luang begitu panjang, dan bola tersedia di mana-mana.

Namun, penulis Soccernomics juga mengingatkan, bahwa meskipun miskin menurut ukuran Eropa, anak-anak ini sebenarnya tidak separah itu tingkat kesejahteraannya. Mereka memiliki pola makan yang cukup baik serta mendapatkan akses perawatan medis. Tidak seperti anak-anak miskin di Afrika atau Amerika Latin. Anak-anak yang tinggal di Eropa tumbuh lebih kuat.

Berharap Sepak Bola Indonesia Setara Eropa

Berharap Sepak Bola Indonesia Setara Eropa

Walaupun Eropa saat ini adalah raja permainan dan bisnis sepak bola, menurut penulis buku, tidak ada jaminan negara-negara Eropa akan meneruskan hegemoninya.

Simon Kuper dan Stefan Szymanski terang-terangan menyebut negara-negara berpenduduk besar seperti Cina, India, dan Indonesia, mulai menunjukkan geliatnya. Seiring membaiknya level kesejahteraan mereka, kualitas persepakbolaan mereka juga sangat berpotensi meningkat.

Aku yang awam tidak begitu paham apa yang menghambat perkembangan sepak bola Indonesia. Padahal, sponsor banyak, penggila bola militan bejibun, uang pun seharusnya bukan masalah, tetapi mengapa peringkat FIFA-nya masih 173 di antara total 210 tim nasional negara?

Sedih. Namun mengingat Prancis, negara yang kutinggali saat ini, berada di peringkat 2 FIFA, kesedihanku itu lumayan berkurang.

Yuk, bagikan tulisan ini di...

Leave a Comment