“Orang baik bukan hanya terus berujar tentang kebaikan
Lebih daripada itu, ia berbuat!”
Demikian sebaris kalimat yang kutanam dalam hati
dan kucoba mengamalkannya setiap kali
dengan meletakkan nurani
pada yang lebih hakiki
Jika hujan terhenti, engkau dapat melihatnya dalam bentuk pelangi
Hanya sepasang sepatu
Beralas bahan kapas selembut salju
Untuk menghangatkan kakimu
Yang kusarungkan dengan perasaan pilu
Sendi kakimu terasa kaku,
lebih mirip sepasang kayu
Kulihat sejengkal dari jemari itu mengurat biru
Usia tua telah merampas seluruh kelenturan kulitmu
begitu pula penglihatanmu
Keriput dan tulang seperti bersatu
Makanan pun agak sulit diserap tubuh
Kursi roda itu menjadi kendaraan sekaligus penentu gerakmu
Tetapi semua kekurangan itu, tidak pernah merampas pesonamu
Engkau tersenyum menyambutku
menanyakan kabar
mengucapkan terima kasih berulang-ulang
dan kembali lagi pada kalimat barusan
Lalu, kugenggam kedua tanganmu…
tetapi aku menjadi malu
Sebab, aku merasa mencuri tenagamu
agar dapat menguatkanku
Iya, menguatkan hatiku
Yang menjerit karena menentang keadaanmu!
Aku tahu, perhatian ini takkan pernah setara
Tetapi menurutmu, itu lebih berharga
dari seribu ucapan sayang yang engkau terima
Lalu kupeluk tubuh ringkih itu
Dan kuingat berbagai jasanya
Kutemukan dunia cinta
Di mana setiap aku terjebak dalam gelisah,
tangan itu membentang seketika
seperti hendak menampung seluruh asa
hingga aku merasa lega
Jika di suatu hari mendatang aku tak lagi bisa menjumpaimu,
semoga aku masih diberi waktu menanamkan bunga di atas pusaramu.
– Puisi ini kubuat untuk Marraine, ibu angkatku dari Kota Arles, seorang perempuan tangguh yang kini menetap di rumah jompo.
Morning Sis,
Baru baca ini, huhuhu, derai air mata ingat Eyang tersayang dan was’was takut kehilangan Ibunda 🙁
Gue baca yaaaa…
:’) ❤️❤️❤️