Jangan kira hikayat kuno itu sesuatu yang sia-sia untuk dibaca atau dipelajari. Mitologi Yunani, umpamanya. Selain menjadi pertunjukan dari masa ke masa yang menghibur banyak orang, baik di panggung teater atau film fiksi ilmiah, beberapa kisah di sana, menjadi inspirasi kemajuan teknologi hari ini.
Mitologi menjadi inspirasi teknologi? Tidak salah? Tidak! Seajaib-ajaibnya mitologi, sebenarnya kisahnya bisa ditafsirkan secara nalar. Orang Yunani menggunakan istilah “bio-techne” untuk merujuk pada usaha ini. “Bios” berarti “kehidupan” dan “techne” artinya “dibuat melalui seni sains”.
Seperti apa contohnya? Dan apa saja teknologi konkret dari inspirasi ini?
ISI ARTIKEL
Hasrat untuk Hidup Abadi
Keinginan untuk hidup selamanya ternyata sama tuanya dengan usia manusia. Narasi kuno dengan pasti mengajarkan satu hal, bahwa setiap keinginan pasti membawa konsekuensi. Coba, betapa banyaknya dongeng atau mitologi tentang orang yang berburu sumber air awet muda? Atau meminta dewa memberikan anugerah itu kepada manusia?
Contohnya sang dewi fajar, Eos. Dewi Eos memiliki seorang kekasih muda, manusia biasa bernama Tithonus. Saking cintanya, sang dewi meminta Zeus, penguasa langit dan bumi versi mitologi Yunani, untuk memberikan Tithonus kehidupan yang kekal.
Hidup abadi Tithonus memang dikabulkan Zeus. Sayangnya, Dewi Eos lupa meminta masa muda yang abadi juga. Sang kekasih menjadi terperangkap selamanya di usia tua. Hidupnya menyedihkan, lemah, dan suka menggerutu. Dalam salah satu versi mitologi, Tithonus berubah menjadi seekor jangkrik dan terus berkerik. Sementara anak-anak mereka akhirnya satu per satu meninggal. Dewi Eos menjadi sangat bersedih. Saking sedihnya, air matanya bercucuran turun menjadi embun.
Akuilah, harapan menjadi awet muda yang dilupakan Dewi Eos adalah gambaran keinginan kita. Maka di zaman ini, inovasi-inovasi seperti krim anti-aging, botox, kolagen, laser, operasi plastik, dan sebagainya laris manis.
Para peneliti biomedis hingga hari ini terus berusaha untuk memperpanjang hidup manusia dan melestarikan sel-sel tubuh yang mati. Ahli gerontologi biomedis, Aubrey de Gray, mendirikan yayasan riset Strategies for Engineered Negligible Senescence (SENS) pada 2009 khusus untuk hal ini. Misi SENS adalah untuk mencegah “penuaan sel-sel”, sehingga manusia dapat hidup lebih lama.
Namun tentunya, jangan sampai blunder yang dialami Tithonus terjadi lagi. Sebab, apa gunanya umur panjang tetapi kondisi tubuh penuh keterbatasan?
Perkawinan Manusia-Mesin
Ada beberapa mitologi Yunani terkait penggabungan manusia dan mesin, atau sesuatu lainnya yang non-manusia. Kita ingat tokoh Daedalus yang begitu ahli membuat patung. Sapi biomimetik rekaannya, diceritakan telah dicampuri Pasifae, istri Minos. Setelah kawin dengan banteng hidup, Pasifae melahirkan Minotaur, monster ganas bertubuh manusia dan berkepala banteng.
Minotaur, sang hibrid, ditakdirkan untuk menjadi monster pemakan manusia. Ia kemudian dipenjara di Labyrinth, sebuah tempat berliku-liku karya Daedalus. Singkat cerita, monster itu akhirnya dibunuh oleh Theseus.
Inilah bio-teknologi kuno yang menggambarkan penggabungan manusia dan benda buatan manusia, lalu (kebetulan) menghasilkan monster.
Apakah saat ini yang demikian sudah terwujud? Ya! Kita tahu, cyborg semakin menjadi kenyataan. Dengan kata lain, mekanik telah dapat menggantikan organ-organ tubuh kita, baik secara utuh maupun sebagian. Misalnya, tangan bionik, jantung buatan, mata robotik, dan lain-lain.
Perpaduan semacam ini tidak selalu menghasilkan monster, atau sesuatu yang tampak seperti monster. Lihatlah Kursi Kehidupan milik almarhum Stephen Hawking. Ilmuwan alam semesta itu telah memiliki kursi ini sejak 1977. Bagi Teman-teman yang belum tahu, Hawking menderita Amyotropic Lateral Sclerosis (ALS) yang membuatnya tidak dapat bergerak atau bicara sejak berusia 21 tahun.
Kursi Kehidupan inilah yang menopang hidup sang ilmuwan, sekaligus pekerjaannya. Alat itu berupa kursi roda yang terintegrasi dengan komputer dan perangkat canggih lain untuk membantunya bergerak dan berkomunikasi. Otak manusia genius terintegrasi dengan kursi cerdas. Keren, bukan?
Penciptaan Makhluk “Secerdas” Manusia
Inspirasi dari keadaan ini bisa jadi berangkat dari mitologi Hefaistos. Ingatkah Teman-teman, Dewa Inovasi dan Teknologi itu diceritakan pernah menciptakan kereta perang tanpa pengemudi dan pelayan perunggu seukuran manusia yang bisa mematuhi perintahnya. Patung itu juga dapat belajar seperti manusia.
Sekarang, komputer telah mengembangkan teknologi kecerdasan buatan, alias Artificial Intelligence (AI). Komputer mampu menyampaikan atau menafsirkan emosi, lalu bertindak berdasarkan data.
Sudah lama terjadi, robot digunakan di pabrik-pabrik untuk menggantikan para buruh. Mereka lebih akurat, bisa bekerja konsisten, dan tidak meminta gaji atau jatah libur. Kita hanya perlu memprogram mesin itu sekali, mereka lalu bekerja untuk kita seterusnya.
Di dunia militer, perang bisa menggunakan drone (pesawat nirawak). Masih segar dalam ingatan kita, pada awal 2020, Drone tipe MQ-9 Reaper terbang tanpa suara dari markas US Central Command di Qatar. Begitu melihat sasaran, yaitu Jenderal Qasem Soleimani, ia pun melepas misil Hellfire yang langsung menghancurkan konvoi mobil petinggi militer Iran tersebut. Dunia pun gempar.
Drone juga bisa dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat. Hari ini, perusahaan-perusahaan seperti Amazon atau Alibaba telah menggunakan drone untuk mengantarkan barang-barang dagangan yang dipesan konsumen. Google di Amerika juga sudah lama mengembangkan mobil tanpa sopir. Maka dugaanku, di masa depan yang tidak terlalu lama, terutama di negara-negara maju, akan semakin jarang menggunakan jasa Pak Pos, Pak Sopir, Pak Masinis, bahkan para buruh.
Oh ya, perawat juga! Di Jepang, Prancis, Belgia, dan beberapa negara lainnya, para lansia sudah menggunakan jasa robot untuk merawatnya.
Jepang, kita tahu, adalah negara tua. Artinya, kaum manula lebih banyak dari kaum usia produktif. Dan celakanya, mereka yang masih muda makin malas untuk merawat orang tua mereka yang sudah menurun kemampuannya. Tren ini yang coba diantisipasi oleh para produsen robot.
Robot perawat mungkin hanya setinggi balita. Namun tidak seperti perawat manusia, robot ini tentu tidak akan emosi atau ngambek saat tuannya membentak atau menyuruh-nyuruh seenaknya. Baru saja dibentak, ia tetap mampu bernyanyi sepenuh hati untuk menghibur si lansia, menjawab pertanyaan-pertanyaan, menjadi teman mengobrol, mengingatkan jadwal minum obat, sampai menghubungi rumah sakit secara otomatis bila terjadi hal-hal darurat.
Sungguh teknologi yang dibutuhkan, bukan?
Aku percaya, ada banyak lagi teknologi yang terinspirasi dari mitologi. Itu yang membuatku merasa tidak ada salahnya membaca, bahkan mempelajari, cerita-cerita mitologi. Siapa tahu, itu dapat memberi kita inspirasi untuk menolong orang lain. Ya, kan?
Referensi
- Mayor, Adrienne. 16 Mei 2016. “Bio-Techne”, Majalah Aeon, diakses 23 Agustus 2021.
- Kalb, Claudia. “Bawa Daku ke Lansiamu”. Majalah National Geographic edisi Desember 2020.
- “Tithonus”, Wikipedia Inggris, diakses 23 Agustus 2021.
- “Hefaistos”, Wikipedia Indonesia, diakses 23 Agustus 2021.
- Rizal, Muhammad Fadli. 14 Maret 2018. “Mengenal Kursi Kehidupan Milik Stephen Hawking”, Kumparan.com, diakses 23 Agustus 2021.
- Franedya, Roy. 8 Januari 2020. “Fakta Canggihnya Drone Trump Pembunuh Jenderal Iran Soleimani”, CNBC Indonesia, diakses 23 Agustus 2021.