Alam memberkati bulan Februari dengan berbagai cara. Dihiburnya bulan terpendek ini dengan banyak cerita. Sejak peradaban Yunani kuno, Februari telah mendapat ruang tersendiri. Kisahnya cukup mendebarkan. Salah satu debar itu berisi bunga-bunga asmara. Ia menjadi inspirasi bagi pekerja marketing di seluruh dunia. Kita mengenalnya sebagai Hari Valentine.
Seperti yang kita tahu, hari kasih sayang versi marketing jatuh pada 14 Februari. Hari itu menambah daftar istimewa untuk bulan yang jumlah harinya bisa berubah-ubah itu.
Konon, bulan madu Zeus dan Hera berawal di bulan ini. Zeus sang penguasa semesta, menikahi adiknya Hera. Setelah bulan madu selesai, Zeus masih tetap memburu wanita cantik lainnya.
Kisah percintaan Zeus yang seru dan penuh intrik diadopsi peradaban Romawi kuno. Kegiatan itu disebut Pesta Lupercalia, festival di mana muda-mudi berlomba mengundi cinta.
Pesta itu berlangsung dalam karnaval yang sangat meriah. Acara tersebut didahului dengan mempersembahkan kurban hewan kepada dewa. Setelah disembelih, kulit binatang yang masih berdarah lalu dikenakan oleh para pemuda yang hendak berkarnaval.
Sebelumnya, para peserta akan makan-minum sekenyangnya. Logikanya, setelah kenyang dan kesadaran tinggal setengah, rasa malu menjadi sirna. Dengan busana seadanya, mereka berarak keliling kota. Tujuannya, mencari pasangan wanita.
Namun, setelah era Kristiani tiba, festival Lupercalia dianggap melanggar moral agama, dan secara bertahap dilarang pelaksanaannya.
Kilas Balik Hari Kasih Sayang
Pada awal penyebaran agama Nasrani, kekaisaran Romawi sering dibuat empot-empotan. Masalahnya, sekian pewarta yang memilih jalan Tuhan semakin terang-terangan menentang pemerintah. Tindakan ini lebih tepat disebut kudeta. Selanjutnya, mereka dicap sebagai pengkhianat negara.
Oh ya, sebelum lupa, tahukah kalian bahwa kata “kudeta” berasal dari bahasa Prancis “Coup d’Etat” yang artinya merobohkan legitimasi. Sebuah tindakan yang tentu saja, akan mengancam kelangsungan satu kekuasaan.
Era pembaharuan yang dibawa Nabi Isa Almasih terus mengalami berbagai ujian. Dan seperti yang kita tahu, banyak pengikut Nabi Isa dibunuh. Tak terkecuali tiga pengabar kebaikan, bernama panggilan Valentinus.
Gugur satu tumbuh seribu. Pengikut Kristus semakin bertambah. Pada abad keempat, oleh Paus Gelasius, para martir yang menempuh jalan penuh duri itu dikukuhkan sebagai Santa, karena mereka tewas di jalan Allah.
Sekarang, mari kita mundur lebih ke belakang.
Salah satu dari martir itu hidup pada abad kedua, yaitu setelah larangan menikah dari Kaisar Claudius (Tiberius Claudius Drusus) yang berkuasa antara tahun 41-54 Sesudah Masehi. Perlu kita ketahui, kaisar yang memiliki kekurangan fisik ini menjalani kehidupan percintaan yang cukup menyedihkan.
Karena itu, Kaisar Claudius lebih berambisi melebarkan sayap kekaisaran. Beliau tercatat sebagai kaisar yang banyak melakukan ekspansi. Akhirnya, Kaisar ini pun meninggal lantaran diracun oleh istri keempatnya, Agrippina muda.
Ceritanya, demi memperkuat armada, Kaisar Claudius melarang prajurit muda berkeluarga. Hal itu terus berlanjut pada pemerintahan raja selanjutnya.
Tetapi seorang pendeta bernama Valentinus merasa larangan tersebut bertentangan dengan kodrat alam. Secara diam-diam, atas nama Tuhan, Pak Pendeta tetap menikahkan pasangan yang kasmaran.
Suatu ketika, saat sedang memberi berkah, beliau tertangkap basah. Pendeta malang itu ditangkap, lalu beliau dijebloskan ke dalam penjara.
Namun, kawan, kejahatan sebagaimana kebaikan, selalu ada ganjaran. Tak selembar daun pun gugur tanpa seizin Tuhan. Keajaiban memilih jalan dan caranya untuk mekar.
Alkisah, Pak Sipir Penjara yang menjaga jeruji Pak Pendeta memiliki seorang anak perempuan berwajah jelita. Namanya Julia. Sayang, gadis itu terlahir buta.
Mendengar riwayat Pak Pendeta, Julia tertarik untuk menemuinya di penjara.
Setiap hari, atas seizin ayahnya, Julia datang mendengarkan khotbah. Si cantik Julia meminta Pak Pendeta memberinya petuah, serta menggambarkan keindahan dunia untuknya.
Cerita demi cerita lancar bergulir menemani hari-hari Pak Pendeta dalam penjara. Persahabatan yang tulus segera terjalin di antara keduanya.
Suatu ketika, campur tangan Tuhan ikut bekerja. Lewat anyaman kata-kata yang dilukis sang pendeta, Julia yang buta mampu melihat cahaya masuk ke dalam penjara. Seluruh keluarga Julia bersuka cita. Begitu juga para penghuni penjara. Banyak dari mereka kemudian berikrar memilih jalan Allah.
Dalam tempo singkat, sang pendeta pun menobatkan banyak orang, termasuk para prajurit Roma.
Namun, kesuksesan itu menuai bencana. Tanpa menunggu lama, kabar tersebut sampai juga pada telinga sang raja. Tindakan Pak Pendeta dianggap salah. Ketidakpatuhan mengganti kepercayaan, dicap sebagai pembangkang. Dalam kitab barbar, nyawa tertulis sebagai mahar. Sang pendeta segera dipanggil untuk dipenggal.
Di akhir hayatnya, tak lupa sang pendeta menulis sebaris kalimat penghiburan kepada Julia, diakhiri dengan dua kata: “Dari Valentinmu”.
Kontan saja, kalimat sederhana itu menjadi legenda. Valentinus yang semasa hidup berjuang memberkati cinta, telah menaburkan benih kasih di mana-mana.
Berabad-abad setelahnya, duka kematian sang pendeta, tertanggal 14 Februari 269 di Via Flaminia, Roma, menjadi perlambang supremasi cinta. Di pusara sang pendeta, Julia menaman sebatang pohon. Kita mengenalnya sebagai pohon almon. Pohon ini kemudian menjadi simbol kekuatan cinta.
Demikianlah sepenggal kisah di hari penuh cinta.
Stephen King pernah berkata, “Menulis adalah mencipta. Dalam suatu penciptaan, seseorang tidak hanya mengarahkan seluruh pengetahuan, daya dan kemampuan, tetapi juga menyertakan seluruh jiwa dan napas hidupnya.”