Dalam keseharian, sering kita mendengar kata empat puluh atau angka 40. Entah itu empat puluh menit, empat puluh jam, empat puluh hari, empat puluh malam, empat puluh minggu, empat puluh tahun, dan seterusnya.
Mari kita kupas beberapa peristiwa yang merujuk pada angka 40 untuk menambah pengetahuan kita semua. Bacaan ini tidak lebih dari empat menit dan jauh dari 40 menit yang mendebarkan.
Pada segumpal hati yang berhasrat menggenggam pena, di antara kewajiban serta tanggung jawab melayani kebutuhan tamu penginapan yang tak pernah bisa ditunda, di sela-sela waktu rehat yang sempit, tulisan ini tertuang.
Dengan harapan bisa mengobati kerinduan para penikmat artikel buah pikiran Fransisca. Selamat mencerna, semoga berkenan.
Sejak zaman baheula, jauh sebelum kedatangan Juru Selamat, Filosofi 40 sudah menjadi angka keramat.
Dimulai dengan peradaban Mesir kuno sekitar 5.000 tahun silam. Bangsa Mesir percaya bahwa saat matahari mencapai titik balik, bola langit itu bertengger 40 hari di tempat yang sama, sehingga waktu tersebut sering mereka gunakan untuk berpesta.
Masih dari Mesir, Dewa Horus yang merupakan anak Osiris dan Isis, pernah bertarung 40 hari melawan pamannya yang kejam, Seth, sehingga ia kehilangan mata kiri yang kemudian dipulihkan oleh Dewa Thoth.
Mata tersebut (Mata Ra) menjadi suvenir yang dibawa pulang para pelancong kala berpelesir ke negeri si cantik Cleopatra.
Lalu bangsa Romawi mengadopsi kepercayaan purba tersebut, yang kemudian lebih dikenal dengan pemujaan paganisme, dan menetapkan tanggal 25 Desember sebagai hari lahirnya Dewa Matahari.
Titik balik sang surya pada musim dingin kemudian dijadikan pesta Saturnalia untuk menyembah Dewa Saturnus (Dies Natalis Solis Invicti), atau hari Dewa Matahari yang tak terkalahkan.
Pada periode ini, bangsa Romawi mengkonsumsi makanan berlemak selama 40 hari. Hari terakhir itu kemudian kita kenal dengan nama Mardi Gras.
Memasuki abad 4, setelah perjanjian Konsili Nicea di tahun 325 Masehi. Kelahiran Mesias ditetapkan tanggal 25 Desember.
Karena Yesus diriwayatkan lahir di Bethlehem, maka sesuai kebiasaan orang-orang Yahudi, empat puluh hari setelah kelahiran, anak lelaki sulung dibawa ke bait suci, untuk dikuduskan bagi Allah.
Kemudian, 40 hari, dihitung mundur sejak purnama pertama musim semi bulan Maret, umat Kristiani akan melakukan Ritual Prapaskah yang dimulai dengan menjalani prosesi Rabu Abu. Untuk detailnya, silakan baca artikel Untukmu, Februari.
Setelah menderita, wafat dan bangkit dari antara orang mati, 40 hari berikutnya, Yesus selesai mengenapi nubuatnya di dunia, berpamitanlah Sang Juru Selamat kita menuju surga, yang dalam kalender masehi kita sebut hari Kenaikan Isa Almasih. Tahun ini, jatuh pada hari Kamis, tanggal 5 Mei 2016.
Dalam Alkitab, berkali disebutkan angka 40. Sebagai contoh, “Bagaimana Allah menurunkan hujan badai selama 40 hari 40 malam, bahwa Musa yang berusia 40 tahun, bertapa selama 40 hari 40 malam di puncak Gunung Sinai yang terjal, sebelum mendapat Sepuluh Perintah atau Hukum Taurat dari Allah.”
Bahkan Sang Mesias sendiri juga diberi percobaan selama 40 hari 40 malam melawan iblis dan setan. Setelah dinyatakan wafat, Yesus berada dalam kuburan selama 40 jam.
Dalam agama Islam, dikatakan ibu hamil mengalami tujuh fase perubahan, masing – masing berjumlah 40 hari. Sehingga bayi lahir normal adalah 280 hari (7×40).
Keakuratan angka tersebut (280 hari) tercantum dalam kitab kedokteran, di mana tertulis janin tumbuh dalam kandungan sang bunda selama sembilan bulan sepuluh hari.
Sebuah Hadis tentang angka 40, turut diriwayatkan Ummu Salamah. Di sana tercatat, “Para wanita di zaman Rasulullah SAW menjalani masa nifas selama 40 hari.”
Bahkan juga disarankan para muslimah ini mengungsi ke rumah orang tua atau mendatangkan tetua agar mendapat petunjuk bermanfaat, supaya mampu merawat buah hati mereka dengan benar.
Dalam dunia medis dikatakan, rahim wanita sehabis mengandung masih mengalami trauma hingga 40 hari pasca persalinan. Disarankan, suami-istri lebih fokus ke bayi mereka daripada bersenggama.
Atau saat ditinggalkan salah satu anggota keluarga, periode berkabung berlangsung 40 hari.
Masa karantina juga tercatat 40 hari. Suatu ketika, penyakit sampar merajarela di Benua Eropa. Mereka yang datang melalui kapal, sebelum mencapai darat, akan di karantina. Hal itu karena masa inkubasi virus dan bakteri yang menempel diyakini akan binasa atau melemah setelah 40 hari.
Buddha Agung Gautama, melakukan meditasi di bawah pohon Boddhi dan mencapai pencerahan juga pada hari ke-40.
Salah satu seri cerita seribu satu malam, pun mengambil tema 40, berjudul Alibaba dan 40 Penyamun. Sukses cerita tersebut mengajarkan moral kepada manusia supaya tidak tamak dan jangan lupa bersedekah.
Bahkan puber kedua berawal ketika manusia mulai memasuki usia 40, yang disebut fase kedua kehidupan.
Setelah 40 hari berkelana di dunia, kenaikan Nabi Isa ke surga segera tiba, tetapi baru 10 hari kembali ke surga, Yesus sudah mengutus Roh Kudus turun di atas kepala para Rasul untuk kebaikan umat manusia. Ini kita kenal dengan Hari Pentakosta. Menandakan betapa sang Penyelamat, amat rindu kepada kita.
Masih banyak lagi keajaiban angka 40 dalam kehidupan kita.
Terlepas dari mitos dan fakta, keyakinan manusia berakar dari hati. Hendaklah kita bijak menyikapi setiap informasi, sehingga ilmu pengetahuan dan kenyakinan, berjalan seiring sejalan, untuk refleksi kehidupan yang lebih baik.
Pesan penulis, jangan menunggu 40 tahun untuk memulai sesuatu. Mulailah kurang dari 40 menit sejak sekarang, karena waktu memiliki kuasa yang kejam. Sekali berlalu, ia tidak pernah akan bisa ditarik kembali.
Selamat merenung dan selamat bersenang-senang di bulan Mei. Bulan yang banyak liburan. Bulan yang mulai panas di Prancis. Bulan yang diberkahi kembang berseri-seri, merekah di setiap jengkal tanah, berserakan bagai permadani, menambah semarak langit biru lazuardi, yang sudah sedemikian angkuh dengan pernik pesonanya.